
SAMARINDA: Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Baharuddin Muin, yang mempertanyakan ketidaktahuan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim terhadap data teknis lokasi tambang milik PT Singlurus Pratama.
Ia menilai minimnya informasi yang dimiliki instansi tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan, terlebih tambang batu bara yang berada di Samboja Barat itu hanya berjarak belasan meter dari rumah warga dan belum direklamasi meski kontraknya diklaim telah berakhir.
“Yang membuat saya heran, kok bisa ESDM tidak tahu? Lokasi reklamasi saja tidak tahu, apalagi bekas galian yang aktif. Padahal ini menyangkut keselamatan warga,” tegas Baharuddin dalam rapat dengar pendapat di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa, 5 Agustus 2025.
Ia menyoroti pengaduan warga yang menyebut jarak tambang hanya sekitar 10–15 meter dari permukiman. Bahkan, beberapa rumah dilaporkan mengalami retak-retak. Kondisi ini, menurutnya, tidak bisa dibiarkan tanpa kejelasan tanggung jawab.
“Saya tidak mau bicara legal atau tidaknya dulu, tapi jika faktanya warga merasa dirugikan dan semua instansi bilang tidak tahu, ini sangat aneh. DPRD akan turun langsung,” tambahnya.
Baharuddin menegaskan bahwa DPRD hadir sebagai jembatan keluhan masyarakat. Namun, ketiadaan data dari instansi teknis justru memperkeruh upaya penyelesaian yang seharusnya bisa segera ditindaklanjuti.
Sementara itu, perwakilan Dinas ESDM Kaltim, Welly Adi Pratama, yang menjabat sebagai Subkoordinator Produksi, Penjualan, dan PPM Minerba, mengakui bahwa pihaknya belum memiliki data lengkap karena izin tambang PT Singlurus Pratama berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.
“Izin operasi PT Singlurus itu PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), yang sepenuhnya dikeluarkan oleh pusat. Kami di provinsi tidak pernah mengeluarkan izin tersebut,” jelas Welly.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat izin diterbitkan, Dinas ESDM Provinsi Kaltim belum terbentuk. Dokumen-dokumen lama bahkan masih menggunakan nomenklatur Departemen Pertambangan. Hal ini menyebabkan keterbatasan informasi yang kini menjadi tantangan teknis dalam pengawasan di lapangan.
Meski demikian, Welly memastikan Dinas ESDM tetap mendukung penuh upaya penyelesaian masalah, terutama dalam merespons keluhan masyarakat.
“Ini bukan cuma soal reklamasi. Ini soal hak-hak masyarakat. Kami akan koordinasi dan siap turun ke lapangan bersama DPRD,” ujarnya.
Rencana peninjauan lapangan pun telah dibahas antara Dinas ESDM dan Komisi III DPRD Kaltim. Salah satu fokusnya adalah memverifikasi titik-titik kolam bekas galian yang belum direklamasi dan memetakan lokasi-lokasi tambang yang berada di dekat pemukiman warga.
Welly menambahkan bahwa pihaknya juga akan mengecek kemungkinan sebagian area tambang masuk ke dalam Areal Penggunaan Lain (APL), yang memerlukan penanganan dan regulasi tersendiri.
Menanggapi itu, Baharuddin kembali menekankan bahwa pemerintah daerah tidak bisa hanya berpatokan pada status perizinan pusat. Menurutnya, pemerintah provinsi tetap memiliki tanggung jawab moril dan politik karena dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat daerah.
“Urusan perizinan boleh pusat, tapi masyarakat datangnya ke DPRD dan pemerintah daerah. Jadi jangan lepas tangan. Kita harus hadir, terutama dalam hal keselamatan warga dan pemulihan lingkungan,” tegas politisi dari Fraksi Gerindra tersebut.
Ia berharap kunjungan lapangan nantinya bisa menjadi titik awal penyelesaian yang konkret dan berkeadilan.
“Kalau tidak ada data yang jelas dari dinas, maka DPRD akan kumpulkan sendiri di lapangan. Kita tidak boleh diam saat rakyat dirugikan,” tutup Baharuddin.