SAMARINDA: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) Kalimantan Timur merilis hasil pengujian laboratorium terhadap tujuh merek beras yang beredar di pasar modern dan tradisional di Kota Samarinda dan Balikpapan.
Hasilnya, seluruh sampel dinyatakan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 untuk kualitas mutu beras.
Tujuh merek beras tersebut yakni Bondy, Ikan Sembilan, Putri Koki, Sedap Wangi, Berlian Batu Mulia, Raja Lele, dan 35 Rahma.
Kepala DPPKUKM Kaltim, Heni Purwaningsih, menyatakan bahwa ketidaksesuaian mutu ditemukan pada sejumlah parameter penting seperti butir patah, butir kepala, butir kapur, hingga menir.
“Pengawasan mutu ini berdasarkan 14 parameter yang ditetapkan dalam SNI. Dari hasil uji, tujuh merek beras di Samarinda tidak sesuai pada beberapa parameter utama,” jelas Heni dalam keterangan persnya, Senin, 4 Agustus 2025.
Uji laboratorium ini dilakukan terhadap total 21 sampel beras. Sebanyak 17 sampel diuji oleh UPTD Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Kaltim, dan 4 lainnya diuji oleh Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim.
Pada tahap awal, DPPKUKM menyampaikan hasil uji 7 merek beras di Samarinda, diambil dari pasar tradisional dan modern.
Hasilnya menunjukkan bahwa meski beberapa parameter seperti hama, bau, campuran bekatul, bahan kimia, derajat sosoh, dan kadar air masih sesuai standar, namun parameter penting lainnya justru menunjukkan penyimpangan serius.
Dari hasil rekapan uji laboratorium, berikut ketidaksesuaian yang ditemukan pada beberapa merek:
– Butir Kepala: Tidak sesuai pada Bondy, Ikan Sembilan, Sedap Wangi, Berlian Batu Mulia, dan 35 Rahma. Nilai butir kepala tercatat hanya 63,46%, jauh dari standar minimal 85% untuk premium, 80% untuk medium 1, dan 75% untuk medium 2.
– Butir Patah: Tidak sesuai pada Bondy, Ikan Sembilan, Sedap Wangi, Berlian Batu Mulia, dan 35 Rahma. Angka butir patah mencapai 28,05%, jauh melampaui ambang batas yang diizinkan.
– Menir: Melebihi batas pada Bondy, Putri Koki, Sedap Wangi, Berlian Batu Mulia, Raja Lele, dan 35 Rahma. Kandungan menir mencapai 8,49% dalam beberapa sampel.
– Butir Kuning/Rusak: Ditemukan ketidaksesuaian pada Putri Koki, Sedap Wangi, dan 35 Rahma.
– Butir Kapur: Tidak memenuhi standar mutu pada Sedap Wangi dan 35 Rahma.
Menurut Heni, meski sebagian parameter lolos uji mutu, namun ketidaksesuaian pada butir kepala dan patah berpengaruh besar pada klasifikasi mutu beras. Oleh karena itu, tindakan korektif sangat diperlukan, baik dari sisi distribusi maupun penjualan.
Heni menekankan pentingnya kejujuran pelaku usaha dalam penjualan beras, khususnya terkait label kualitas dan harga.
Ia menegaskan bahwa pedagang dilarang menjual beras berkualitas rendah dengan harga premium.
“Jika isinya tidak premium, maka tidak boleh dijual dengan harga premium. Kami minta para pedagang menyesuaikan harga jual dengan mutu barangnya,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa ke depan, pengawasan terhadap beras akan terus ditingkatkan guna menghindari praktik pengoplosan dan penyalahgunaan label mutu. DPPKUKM juga mendorong kerja sama aktif antara distributor, pedagang, dan dinas terkait untuk menjaga transparansi rantai pasok.
Sebagai informasi, berdasarkan SNI 6128:2020, beras diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama.
Pertama Premium:
Mutu tinggi dengan derajat sosoh minimal 95%, kadar butir kepala tinggi, dan kadar patah, menir, serta butir rusak sangat rendah.
Kedua Medium 1:
Mutu sedang, dengan standar kadar butir kepala di atas 80%, sosoh minimal 95%
Ketiga Medium 2:
Mutu lebih rendah dibandingkan Medium 1, namun tetap layak konsumsi.
DPPKUKM mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan memastikan label mutu yang tertera sesuai dengan isi kemasan.