

KUTIM: Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim), Ronny Bonar, menyoroti permasalahan stunting dengan menggarisbawahi kerumitan dalam mendefinisikan dan mengidentifikasi kondisi tersebut.
Ronny Bonar Mmengatakan bahwa stunting ini tantangan yang harus di hadapi dengan bijak. Ia juga menegaskan bahwa hanya dokter yang memiliki kewenangan resmi untuk menyatakan apakah seorang anak mengalami stunting atau tidak.
“Saat ini, sebenarnya hanya dokter yang bisa mengatakan stunting itu. Tidak boleh kita mengatakannya. Ada istilah, stunting itu pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting,” ungkap Ronny Bonar dalam pertemuan di ruang kerjanya, Kamis (23/11/2023).
Ronny Bonar memberikan pemahaman tentang signifikansi stunting terhadap perkembangan otak anak. Ia menekankan bahwa deteksi stunting sebaiknya dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan anak, hingga usia 2 tahun, di mana masih memungkinkan untuk melakukan intervensi atau pengobatan.
Ronny Bonar juga menjelaskan tentang dua bentuk intervensi yang dilakukan, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
“Intervensi spesifik yakni intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan melibatkan penggunaan obat-obatan atau gizi yang diberikan kepada bayi tersebut sampai umur 2 tahun. Dari situ kita bisa obati,” paparnya.
“Sementara intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk penurunan kecepatan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.” tambahnya.
Langkah-langkah ini, DPPKB Kutai Timur berharap dapat memberikan solusi dalam menanggulangi masalah stunting di daerah tersebut. (*)