SAMARINDA: Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk mendapatkan pembelajaran dan pengalaman guna mengakui kodrat manusia.
Dalam pelaksanaannya, sekolah diberi wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum serta pembelajaran sesuai dengan karakteristik institusi pendidikan dan siswa.
Meskipun pendekatan ini sangat baik karena memungkinkan siswa untuk lebih fokus pada minat mereka, implementasi Kurikulum Merdeka masih menghadapi berbagai masalah.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengungkapkan implementasi kurikulum pendidikan di Indonesia mengarah pada kurikulum merdeka.
Hetifah menegaskan bahwa setiap sekolah harus inklusif dan guru harus terbiasa mengajar siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam satu kelas.
“Kurikulum kita mengarah ke merdeka, ingin memerdekakan dan berorientasi kepada siswa,” ucapnya usai mengisi podcast “Kabar Tuntas” di Lantai 2 Scaffe Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (29/6/2024).
Menurut Hetifah, penerapan “Kurikulum Merdeka” sudah dilakukan di beberapa sekolah penggerak dan oleh guru-guru penggerak, namun masih dalam proses adaptasi di banyak sekolah lainnya.
“Dalam prakteknya, mungkin belum semuanya memahami betul maksud dari Merdeka Belajar. Tapi ini mengarah ke sana,” sebutnya.
Politisi Partai Golkar menjelaskan konsep kurikulum merdeka ini berbeda dengan kurikulum di masa lalu yang mengharuskan semua siswa menyelesaikan materi pada halaman tertentu dalam buku paket dan menjawab pertanyaan yang sama.
Saat ini, kemajuan siswa diukur berdasarkan kemajuan diri sendiri, bukan harus sama dengan teman-temannya.
Dengan demikian, setiap anak tidak merasa dibandingkan dan tidak perlu di peringkat seperti zaman dulu. Siswa harus merasa lebih bebas dan tidak dituntut untuk bisa seperti teman-temannya, melainkan dituntut untuk bisa lebih maju dari dirinya sendiri.
“Itu sebenarnya lebih membuat anak kreatif dan tidak tertekan,” ujar Hetifah.
Hetifah juga menekankan pentingnya pembelajaran berbasis proyek yang mendorong siswa untuk bekerja sama dan berkontribusi sesuai dengan kemampuan mereka. Orientasi pendidikan harus pada siswa, bukan hanya pada penyelesaian kurikulum oleh guru.
Hetifah mengingatkan bahwa penerapan kurikulum merdeka juga menuntut guru untuk menyesuaikan diri dan tidak lagi mengajar dengan satu arah.
“Kalau gurunya masih kebiasaan mengajarkan satu arah ke peserta didik, itu tidak pas sama kurikulumnya,” ucap Hetifah.
Terakhir, ia berharap pada tahun 2024, seluruh sekolah di Indonesia sudah menerapkan kurikulum ini.(*)
