

SAMARINDA : Maraknya kasus yang memviralkan guru karena dianggap melakukan “kekerasan” terhadap murid menimbulkan keresahan bagi para pengajar di Samarinda.
Mereka khawatir, apabila melakukan tindakan untuk memberi efek jera justru tersandung masalah hukum tentang kekerasan.
“Makanya mereka minta perlindungan dalam artian secara regulasi. Dalam hal ini, apa yang bisa dilakukan pemerintah terhadap para guru supaya tidak terjadi bola liar penafsiran tentang hukum itu sendiri,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda Novan Syahronny Pasie di Kantor DPRD Kota Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Rabu, 19 Maret 2025.
Hal itu dikatakannya dalam rapat dengar pendapat atau hearing permohonan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Kota Samarinda.
Novan memahami dalam beberapa kasus memang ada oknum sehingga memunculkan reaksi publik yang menjadi penilaian buruk terhadap para guru. Namun, hal ini tidak bisa digeneralisasi.
Menurutnya, media sosial juga memiliki andil terhadap munculnya penilaian negatif terhadap guru. Maka, ia menyarankan agar penyelesaian masalah dilakukan dengan duduk bersama dan dibutuhkan pemahaman orang tua.
“Penggunaan HP di level sekolah ada aja yang merekam padahal tidak jelas sebabnya. Yang direkam hanya aksinya, sehingga memunculkan beragam reaksi. Kita bicara aspek hukum itu membahayakan, potongan video,” tuturnya.
Selain itu, Novan mengatakan permasalahan bukan hanya perlindungan. Ada instrumen tertentu dari pemerintah yang belum bisa memenuhi sehingga segala sesuatunya menjadi liar.
“Data Kadisdik Samarinda ketersediaan guru BK, guru BP itu minim. Kemudian ada sekolah minta pungutan tapi WC-nya memang kurang sedangkan ada standarisasi. Ini peran pemerintah, bagaimana ketersediaan atau alokasi dana yang menjadi perhatian pemerintah bisa ke sektor tersebut,” tegasnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Novan menyebut akan membedah legislasi dan tentunya proses ini tidak serta merta bisa cepat. Pertama, usulan ini belum masuk program pembentukan peraturan daerah (Propemperda).
“Kedua, juga draft lainnya kita pasti akan panggil stakeholder terkait. Termasuk organisasi para guru PGRI. Nanti, dari sisi hukum juga kita mau bicara perlindungan hukum seperti apa dalam perda itu sendiri. Entah nanti kita buat pansus atau langsung kita draftkan, tergantung dari dasar pokok usulannya,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemkot dalam hal ini wali kota juga harus mengetahui persoalan karena ada kebijakan khusus seperti perwali yang mendukung. Ada poin khusus di perwali yang perlu sama-sama diketahui sehingga tujuan bersama bisa tercapai.
“Dengan adanya perda, minimal memperjelas. Jangan sampai para guru ini selalu bersalah. Kalau salah ya salah, tapi jangan selalu dianggap salah,” harapnya.