
KUKAR : Komitmen untuk memastikan transparansi dan efektivitas program bantuan keuangan (bankeu) Rp50 juta per rukun tetangga (RT) menjadi perhatian serius pihak Kecamatan Kota Bangun Darat, Kutai Kartanegara (Kukar).
Camat Kota Bangun Darat Julkifli menegaskan bahwa pengawasan harus dibangun secara sistematis dari level paling bawah. Tujuannya, agar dana yang dialokasikan benar-benar menyentuh kebutuhan warga.
Program bantuan tersebut merupakan bagian dari strategi percepatan pembangunan berbasis komunitas yang digagas Pemerintah Kabupaten Kukar.
Setiap RT di seluruh wilayah Kukar menerima alokasi dana sebesar Rp50 juta yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari pembangunan infrastruktur berskala mikro, peningkatan kapasitas masyarakat, hingga pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan.
Di Kecamatan Kota Bangun Darat, sebanyak 122 RT telah ditetapkan sebagai penerima manfaat. Ini berarti, dana yang digelontorkan ke wilayah tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp6,10 miliar.
Besarnya angka tersebut tentu menuntut mekanisme pengawasan yang ketat dan menyeluruh agar tepat sasaran.
“Jadi sebelum ke kami (kecamatan), di desa ada pengawasan seperti pemerintah desa sendiri dan BPD. Pihak kecamatan memiliki tim verifikasi yang melibatkan para kepala seksi, pak sekcam dan saya sendiri,” tutur Julkifli kepada Narasi.co di Kantor Bappeda Kukar, Selasa, 22 April 2025.
Ia menegaskan bahwa fungsi pengawasan tidak hanya bertumpu pada kecamatan sebagai representasi pemerintah di tingkat wilayah. Namun, juga melekat pada pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Kolaborasi inilah yang menjadi fondasi utama dalam memastikan pelaksanaan program berjalan sebagaimana mestinya.
Menurutnya, sistem pengawasan dibangun secara berjenjang, dengan masing-masing level pemerintahan memiliki peran spesifik. Pemerintah desa, sebagai entitas terdekat dengan masyarakat menjadi garda terdepan dalam mendeteksi potensi penyalahgunaan serta memastikan pemanfaatan dana sesuai rencana.
“Nah dalam proses realisasinya kami selalu berkoordinasi dengan pemerintah desa dan BPD untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana itu,” ucapnya lagi.
Lebih jauh, Julkifli menuturkan bahwa tim verifikasi kecamatan tidak hanya bergerak di atas meja sebagai pengolah data administratif.
Mereka turut melakukan pengecekan langsung ke lapangan, memastikan bahwa setiap kegiatan fisik benar-benar dilaksanakan dan sesuai dengan spesifikasi yang telah direncanakan.
“Tim kami terjun untuk memastikan realisasi di lapangan sesuai laporan. Tidak hanya menunggu laporan administrasi, tapi juga memastikan kondisi fisik proyek yang dilaksanakan RT,” tambahnya.
Keterlibatan aktif pemerintah desa dan BPD juga menjadi langkah strategis dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik.
Masyarakat diharapkan turut aktif melakukan pengawasan sosial, sebagai bentuk kontrol partisipatif terhadap jalannya program pembangunan di lingkungan mereka masing-masing.
Julkifli berharap agar program ini tidak berhenti sebagai proyek pembagian dana semata. Namun, dapat menjadi penggerak utama semangat gotong-royong dan kemandirian masyarakat di tingkat akar rumput.
“Kami ingin masyarakat benar-benar merasakan dampaknya. Program ini harus menjadi pemicu semangat gotong-royong dan kemandirian di lingkungan RT masing-masing,” katanya penuh harap.
Julkifli optimis program Rp50 juta per RT akan membawa perubahan nyata di wilayahnya. Lebih dari sekadar angka, dana ini diharapkan mampu menjadi alat transformasi sosial dan pembangunan yang merata hingga ke pelosok kampung. (Adv)
