
KUKAR : Pembentukan desa budaya tak bisa lepas dari kebiasaan warga yang sudah berlangsung turun temurun di suatu wilayah. Kemudian dapat ditampilkan kepada publik yang lebih luas.
Hal itu disampaikan Camat Sebulu Edy Fachruddin yang menyikapi rencana pembentukan desa budaya di wilayah kecamatan yang dipimpinnya.
“Kami terus mengupayakan bahwa terbentuknya desa budaya ini artinya harus ada budaya yang kita tampilkan,” kata Edy kepada awak media usai menghadiri kegiatan Musrembang RKPD Kukar, Selasa, 22 April 2025.
Ia mencontohkan, di Kecamatan Sebulu, tepatnya di Desa Lekaq Kidau, masih berlangsung ritual adat syukuran atas hasil panen.
Kebiasaan atau tradisi ini merupakan bagian dari warisan leluhur yang terus dilestarikan oleh masyarakat adat Dayak di Desa Lekaq Kidau. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan rasa syukur atas hasil pertanian.
Namun, Edy tidak menampik bahwa pelestarian budaya lokal kerap terkendala oleh keterbatasan anggaran.
“Untuk melaksanakan budaya seperti Mecaq Undat itu biayanya besar,” ujarnya.
Mecaq Undat merupakan upacara adat Suku Dayak Kenyah yang diadakan untuk merayakan musim panen padi.
Sebagai upaya konkret, pihak kecamatan telah menyusun rencana agar sejumlah kegiatan budaya dapat dimasukkan dalam agenda tahunan. Sayangnya, proses koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan masih perlu diperkuat.
“Ini rencananya masuk dalam agenda event tahunan, tapi belum dikomunikasikan dengan baik dengan stakeholder terkait,” tambahnya.
Tak hanya sebatas kegiatan ritual, Edy juga menyoroti pentingnya rumah adat sebagai simbol dan pusat kegiatan masyarakat adat di Sebulu.
“Salah satu aset budaya di Kecamatan Sebulu adalah rumah adat. Karena di sana kuat sekali (perhatiannya) terkait adat. Kita sudah usulkan untuk perbaikan atapnya dan pengecatan,” tuturnya.
Selain itu, kondisi akses menuju lokasi rumah adat masih menjadi hambatan utama. Jalan yang belum memadai masih menyulitkan warga maupun wisatawan yang ingin menjangkau kawasan tersebut.
“Tapi sebelumnya, kita harus memperbaiki akses jalan sehingga orang lintas dengan nyaman,” katanya.
Edy berharap adanya dukungan lebih serius dari pemerintah kabupaten maupun provinsi untuk memperhatikan pengembangan infrastruktur pendukung kawasan budaya di Sebulu.
Sebab, menurutnya, desa budaya bukan sekadar upaya pelestarian nilai-nilai lokal, tetapi juga membuka potensi ekonomi melalui sektor pariwisata berbasis budaya.
Kecamatan Sebulu selama ini dikenal sebagai wilayah yang masih memegang erat kearifan lokal. Dari ritus adat, kerajinan tangan, hingga rumah adat yang tetap terpelihara menjadi bukti bahwa budaya leluhur masih hidup dan tumbuh di tengah arus modernisasi.
Edy menegaskan bahwa cita-cita membentuk desa budaya akan menjadi sia-sia jika hanya berhenti pada tataran simbolis. Apalagi, tanpa diiringi aktivitas kebudayaan yang nyata dan berkelanjutan.
Sebagai informasi, Mecaq Undat yang digelar oleh warga Desa Lekaq Kidau merupakan sebuah ritual syukuran yang diwariskan oleh leluhur warga Lekaq Kidau.
Sebagian besar warga desa ini berasal dari Suku Dayak Kenyah Lepoq Bem. Desa Lekaq Kidau mulai dihuni sekitar tahun 1998, setelah 87 Kepala Keluarga dari Long Les pindah dan menetap di wilayah ini. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani.
Dalam pesta panen ini, warga menyisihkan sebagian hasil budidayanya untuk keperluan Mecaq Undat. Tradisi ini bukan hanya sebagai bentuk perayaan, tetapi juga merupakan wujud penghormatan terhadap leluhur dan alam yang telah memberikan hasil bumi. (Adv)