JAKARTA: Indonesia resmi menjalani pelaksanaan IMO Member State Audit Scheme (IMSAS), skema audit dari Organisasi Maritim Internasional (IMO), pada 16–23 Juni 2025.
Audit ini bertujuan untuk menilai tingkat kepatuhan Indonesia terhadap kewajiban internasional, khususnya di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan laut.
Pembukaan kegiatan IMSAS dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Muhammad Masyhud, pada 16 Juni 2025 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Dalam sambutannya, Dirjen Masyhud menyatakan bahwa Indonesia menyambut baik pelaksanaan audit ini sebagai peluang strategis untuk memperkuat kapasitas kelembagaan, meningkatkan koordinasi antar-lembaga, serta mengidentifikasi area yang perlu dikembangkan dalam pengelolaan wilayah perairan nasional.
Melalui kegiatan Audit IMSAS kali ini, Indonesia akan memastikan, semua proses audit yang transparan, konstruktif, dan berdampak.
“Untuk itu, saya mengajak semua pihak terkait, untuk terus maju. Dengan semangat kolaborasi dan saling menghormati, sehingga hasil audit ini tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia. Tapi juga memberikan kontribusi yang berarti bagi komunitas maritim internasional yang lebih luas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Masyhud menegaskan komitmen Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan anggota aktif Dewan IMO.
Ia menyebut Indonesia terus berupaya memperkuat tata kelola maritim dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai negara bendera, negara pelabuhan, dan negara pantai.
IMSAS, menurutnya, memiliki peran penting dalam memastikan konsistensi dan efektivitas implementasi konvensi serta instrumen IMO di setiap negara anggota.
Audit ini adalah langkah strategis, tidak hanya untuk memenuhi kewajiban internasional, tetapi juga sebagai sarana evaluasi, pembelajaran, dan perbaikan sistem maritim nasional.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Samsuddin, yang bertindak sebagai Single Point of Contact IMSAS Indonesia, menjelaskan bahwa IMSAS awalnya merupakan skema sukarela yang diluncurkan pada 2006 dan menjadi wajib sejak 2016.
Audit ini dirancang sebagai fondasi untuk menjamin implementasi instrumen IMO secara seragam dan efektif di seluruh dunia.
Indonesia sendiri melihat audit ini sebagai kesempatan refleksi dan perbaikan sistemik, bukan semata-mata sebagai kewajiban kepatuhan.
Ia menambahkan bahwa Indonesia pernah mengikuti audit sukarela pada tahun 2014, dan pengalaman tersebut telah menjadi bekal penting dalam persiapan audit tahun ini.
Pemerintah telah menyelesaikan sejumlah temuan melalui penyusunan regulasi, penyempurnaan SOP, serta memastikan sistem pelaporan berjalan efektif.
Indonesia telah mengirimkan pegawai terpilih untuk mendapatkan pelatihan sebagai auditor, untuk mendapatkan informasi mengenai teknik penggalian data, sebagai upaya identifikasi kekurangan yang ada dalam sistem untuk perbaikan.
“Kita juga bekerjasama dengan beberapa negara sahabat seperti Australia, Denmark dan Singapura untuk dapat menggali informasi dan pengalaman dalam menghadapi audit. Semoga upaya ini dapat meningkatkan keselamatan transportasi laut di Indonesia,” jelasnya.