
SAMARINDA: Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Syahariah Mas’ud, menilai kinerja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) belum mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap perempuan dan anak di Kaltim.
Syahariah menyatakan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi, sementara peran lembaga yang seharusnya menjadi garda depan dalam perlindungan belum terasa nyata. Ia bahkan menyebut kinerja dua lembaga tersebut cenderung gagal karena tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
“Saya anggap gagal. Masalah perempuan dan anak masih terus terjadi. Tidak ada perubahan berarti,” ucap politisi dari Fraksi Golkar itu, Senin, 21 Juli 2025.
Ia mengkritik pendekatan reaktif yang selama ini dijalankan oleh DP3A maupun KPAD. Menurutnya, program-program yang dijalankan cenderung administratif dan seremonial, belum menyentuh akar persoalan secara sistemik.
“Kita hanya sibuk kalau ada kasus muncul, setelah itu hilang. Tidak ada upaya nyata dalam pencegahan dan edukasi berkelanjutan,” jelasnya.
Sorotan tajam juga ia tujukan kepada KPAD Kaltim yang dinilai tidak menunjukkan respons cepat terhadap kasus-kasus besar seperti pencabulan anak yang marak di berbagai daerah.
Menurutnya, kehadiran KPAD tidak terasa oleh publik, padahal lembaga ini dibentuk berdasarkan amanat undang-undang untuk melindungi hak anak.
“Masalah pencabulan anak sangat sering terjadi. Tapi kita tidak melihat peran aktif lembaga yang diberi mandat khusus ini. Kehadirannya nyaris tak terasa,” ujar Syahariah.
Ia menyebut ironi besar ketika Kalimantan Timur yang tengah menyongsong bonus demografi dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), justru masih memiliki kondisi perlindungan perempuan dan anak yang rapuh. Jika dibiarkan, kondisi ini akan berdampak pada kualitas generasi mendatang.
“Kalau kita tidak menyiapkan mereka dengan baik, kita sedang menciptakan generasi yang rapuh secara sosial,” lanjutnya.
Syahariah meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan perombakan struktural di tubuh DP3A dan KPAD. Menurutnya, perlu adanya peningkatan sumber daya manusia, penguatan kepemimpinan, serta perbaikan strategi penanganan berbasis data dan kebutuhan lapangan.
Ia menekankan bahwa rapat dengar pendapat tidak boleh berakhir hanya sebagai catatan atau formalitas. Diperlukan tindak lanjut nyata dan perbaikan menyeluruh agar ke depan tidak ada lagi kasus kekerasan yang dibiarkan tanpa penanganan maksimal.
“Lembaga-lembaga ini harus menjadi garda depan, bukan sekadar simbol kelembagaan. Kita butuh kerja nyata, bukan hanya hadir saat rapat lalu menghilang saat dibutuhkan,” pungkasnya.

 
		 
