SAMARINDA: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Timur sosialisasikan Kajian Risiko Bencana (KRB) 2022–2026 dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) 2023–2027, sebagai bagian dari strategi pemerintah daerah membangun sistem penanggulangan bencana yang terpadu dan berkelanjutan.

Kegiatan ini dibuka Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kaltim, Tresna Rosano, yang mewakili Kepala Pelaksana BPBD Kaltim, Agus Tianur, dan dihadiri oleh berbagai perangkat daerah serta lembaga vertikal di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam sambutannya, Tresna menyampaikan bahwa Provinsi Kaltim memiliki beragam potensi bencana, baik yang bersifat hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan, maupun geologi seperti tanah longsor serta kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, dokumen KRB dan RPB menjadi instrumen penting dalam upaya pengurangan risiko bencana secara terstruktur.
“Melalui kegiatan sosialisasi ini, kami berharap seluruh pemangku kepentingan dapat memahami isi dan arah kebijakan dalam kedua dokumen tersebut, serta mampu mengintegrasikannya ke dalam rencana pembangunan daerah dan program kerja masing-masing,” ujar Tresna, di Hotel Puri Senyiur, Kamis, 31 Juli 2025.
Ia menegaskan, penyusunan dokumen KRB yang memetakan wilayah rawan bencana berdasarkan kajian ilmiah dari para akademisi, menjadi dasar penting dalam menyusun dokumen RPB.
Dokumen RPB kemudian menjadi pedoman teknis lintas organisasi perangkat daerah (OPD) untuk merancang dan menganggarkan program penanggulangan bencana secara komprehensif selama lima tahun.
Tresna menjelaskan bahwa kajian risiko bencana yang disusun sejak 2022 dan berlaku hingga 2026 ini bertujuan untuk memetakan secara akurat potensi bencana di Kalimantan Timur, berdasarkan kejadian-kejadian sebelumnya.
“Kajian ini kami susun bersama akademisi, dengan harapan bisa menjadi panduan semua OPD, termasuk untuk menyusun rencana aksi di sektor kesehatan, sosial, pendidikan, hingga infrastruktur,” paparnya.
Tresna juga mencontohkan sejumlah langkah konkret yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas teknis, seperti membangun Puskesmas dan Rumah Sakit Aman Bencana oleh Dinas Kesehatan, hingga mengembangkan program Desa Tangguh Bencana oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.
“Desa menjadi titik strategis karena keterbatasan jangkauan pemerintah provinsi. Dengan penguatan kapasitas desa, masyarakat bisa lebih mandiri dalam menghadapi bencana,” katanya.
BPBD Kaltim, lanjutnya, juga akan memperkuat desa-desa rawan bencana dengan memberikan pelatihan, peta rawan bencana, peralatan, serta melakukan simulasi tanggap darurat agar kesiapsiagaan masyarakat semakin meningkat.
Ia mengajak seluruh peserta yang hadir untuk memberikan masukan konstruktif terhadap dokumen KRB dan RPB, agar dokumen ini benar-benar menjadi dasar kebijakan pembangunan yang tangguh dan berkelanjutan.
“Melalui kolaborasi, sinergi, dan koordinasi yang baik, kita bisa membangun Kalimantan Timur yang tangguh dan berdaulat dalam menghadapi bencana,” pungkasnya.
