
SAMARINDA: Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Abdulloh, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang optimalisasi pemanfaatan sungai dan wilayah perairan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Langkah ini dinilai strategis untuk mengisi kekosongan regulasi yang selama puluhan tahun belum mampu memaksimalkan potensi ekonomi dari sektor transportasi dan logistik air di Kaltim.
Abdulloh menyoroti fakta bahwa aktivitas lalu lintas sungai yang begitu intens di Kalimantan Timur hingga kini belum memberi kontribusi berarti bagi keuangan daerah. Ia menilai, sudah saatnya regulasi dibuat untuk menjawab ketimpangan tersebut.
“Jangan sampai kita terus memelihara alur sungai, tetapi tidak mendapatkan apa pun dari situ. Inti dari perda ini adalah bagaimana Kaltim bisa mendapatkan PAD dari sektor yang selama ini belum tergarap,” tegas Abdulloh, Senin 4 Agustus 2025.
Menurut Abdulloh, ranperda ini bukan hanya soal pungutan atau retribusi, tetapi mencakup pembenahan tata kelola sungai secara komprehensif. Salah satu aspek penting adalah menyelaraskan regulasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, termasuk dengan lembaga-lembaga seperti Pelindo dan Kementerian Perhubungan.
Ia mengingatkan pentingnya sinkronisasi agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan aturan yang justru memperlambat implementasi di lapangan.
“Ranperda ini dirancang agar tidak berbenturan dengan regulasi nasional, melainkan memperkuatnya melalui kebijakan daerah yang kontekstual dan implementatif,” ujarnya.
Pada tahap awal, Komisi III masih memetakan potensi bisnis yang berkaitan dengan transportasi air di setiap kabupaten/kota di Kaltim. Data ini akan menjadi basis dalam menyusun struktur pungutan yang adil dan proporsional.
Potensi tersebut mencakup aktivitas bongkar muat barang, lintasan kapal niaga, hingga penggunaan jalur sungai oleh industri perkayuan dan pertambangan.
“Kita belum tahu persis bentuk bisnisnya, tapi yang jelas ini akan menjadi sumber PAD baru yang selama ini belum berkembang,” tutur Abdulloh.
Tak hanya soal pungutan, ranperda ini juga diarahkan untuk memperbaiki aspek keamanan dan infrastruktur sungai. Komisi III menyoroti banyaknya jembatan yang masih menggunakan bahan kayu dan belum memenuhi standar keamanan, karena selama ini hanya mengandalkan standar pusat yang tidak relevan dengan kondisi lokal.
Abdulloh menyebut pentingnya dasar hukum daerah yang lebih responsif untuk mendukung pembangunan infrastruktur sungai yang aman dan berkelanjutan.
Abdulloh menegaskan bahwa dokumen awal ranperda akan segera disampaikan kepada Pimpinan DPRD Kaltim untuk dimasukkan ke dalam agenda resmi pembahasan. Pihaknya juga akan melibatkan seluruh pemerintah kabupaten/kota dalam perumusan isi regulasi agar pasal-pasal yang disusun benar-benar menjawab kebutuhan lapangan.
“Regulasi ini bukan hanya milik provinsi, tapi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan di daerah agar benar-benar bisa dilaksanakan,” katanya.
Ranperda pemanfaatan sungai ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan PAD, sekaligus memperkuat keberlanjutan pengelolaan sumber daya air di Kalimantan Timur.
