SAMARINDA: Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mulai mengoptimalkan teknologi kultur jaringan berbasis bioreaktor untuk memperbanyak bibit unggul.
Teknologi ini kini digunakan dalam perbanyakan berbagai komoditas, di antaranya pisang kepok grecek, porang, hingga anggrek.

Koordinator Kultur Jaringan DPTPH Kaltim Hairunnisa, menjelaskan bahwa teknologi bioreaktor memungkinkan perbanyakan bibit secara masif dengan kualitas terjamin.
Dibandingkan dengan cara konvensional, metode ini lebih cepat dan menghasilkan bibit bebas penyakit.
“Manfaat kultur jaringan ini memperbanyak tanaman lebih cepat, menghasilkan ribuan bibit, dan tahan terhadap penyakit seperti fusarium yang menyerang pisang di Kaltim,” jelas Hairunnisa saat ditemui di stand Kaltim Expo 2025, Kamis, 28 Agustus 2025.
Ia menuturkan, proses kultur jaringan dimulai dari pengambilan bonggol tanaman induk yang sehat dan bebas hama penyakit.
Bagian tersebut dipotong kecil (inisiasi), kemudian dikembangkan melalui beberapa tahap subkultur hingga masuk ke bioreaktor.
Di dalam bioreaktor, bibit dipelihara kurang lebih enam bulan sebelum siap dipindahkan ke lapangan.
“Prosesnya cukup rumit. Setiap tiga minggu media harus diganti. Kalau telat, tanaman bisa mati. Setelah enam bulan di bioreaktor, bibit dipindahkan ke polibag besar selama dua bulan, baru siap ditanam di lapangan,” jelasnya.
Tantangan utama kultur jaringan adalah mencari tanaman induk yang benar-benar bebas penyakit.
Menurut Hairunnisa, penyakit fusarium yang menyebar lewat udara sangat cepat merusak pisang. Karena itu, pemilihan indukan harus sangat selektif.
Untuk menjaga kualitas, kultur jaringan hanya bisa dikelola oleh tenaga khusus yang terlatih.
Selain itu, prosesnya membutuhkan bahan tambahan berupa hormon dan nutrisi yang dicampur dengan takaran tepat.
“Tidak bisa sembarangan. Semua harus steril, termasuk peralatan dan ruangan. Kalau ada kesalahan kecil, bibit bisa gagal tumbuh,” ujarnya.
Hingga 2024, Dinas Pangan Kaltim sudah memproduksi sekitar 20 ribu bibit pisang melalui kultur jaringan.
Tahun ini, target dinaikkan menjadi 60 ribu bibit. Bibit tersebut dipasarkan dengan harga Rp15 ribu per pohon. Meski lebih mahal dari bibit biasa, kualitasnya lebih terjamin.
“Ini sangat berbeda dengan bibit biasa. Kualitasnya lebih unggul, bebas penyakit, dan lebih produktif,” pungkas Hairunnisa.