SAMARINDA: Kasus kanker yang terus meningkat di Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur (Kaltim), mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi kedokteran nuklir sebagai terobosan layanan kesehatan.
Teknologi ini dinilai mampu memberikan diagnosis yang lebih akurat sekaligus menjadi bagian dari terapi bagi pasien.
Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, menjelaskan bahwa sinar gamma kini tak hanya digunakan di bidang industri pangan, melainkan juga dimanfaatkan dalam dunia medis, baik untuk terapi maupun diagnostik.
“Isotop diproduksi melalui siklotron dan dimanfaatkan sebagai radioisotop. Selanjutnya, radioisotop ini digunakan dalam bentuk radiofarmaka nuklir untuk membantu mendeteksi organ tubuh,” terangnya, Jumat, 5 September 2025.
Melalui metode radio diagnostik, lanjut Jaya, letak kanker dapat diketahui tanpa harus menggunakan cara invasif seperti pengambilan jaringan.
“Hal ini sangat membantu untuk mengetahui sejauh mana sel kanker sudah menyebar, sehingga penanganan bisa lebih cepat, tepat, dan terarah,” tambahnya.
Menurut data yang disampaikannya, hampir 250 ribu orang di Indonesia meninggal akibat kanker setiap tahunnya.
Kanker menjadi salah satu penyebab kematian terbesar, terutama ketika sudah masuk stadium terminal dengan angka kematian mencapai 99,9 persen.
Selain kanker, penyakit menular juga tetap menjadi ancaman serius.
Tuberkulosis (TBC), misalnya, masih menyebabkan sekitar 125 ribu kematian per tahun di Indonesia.
“Jadi, selain kanker yang tidak menular, penyakit menular juga tetap menjadi tantangan besar yang harus ditangani,” jelasnya.
Karena itu, Dinkes Kaltim mendukung agar layanan kedokteran nuklir dapat diintegrasikan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS.
Dengan demikian, masyarakat bisa mengakses layanan terapi nuklir tanpa khawatir terhadap biaya yang tinggi.
Namun demikian, Jaya juga menekankan bahwa pencegahan harus menjadi langkah utama.
Upaya itu dilakukan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), yang meliputi olahraga teratur, konsumsi makanan sehat, membatasi gula, garam, dan lemak, serta menghindari paparan berlebihan sinar ultraviolet yang bisa memicu kanker kulit.
“Kami juga mengingatkan masyarakat agar menjauhi makanan yang berisiko mengandung zat pemicu kanker. Mencegah jauh lebih baik daripada mengobati,” tutupnya.