KUKAR: Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Aulia Rahman Basri menyebutkan pemerintah daerah harus mulai berani mengurangi ketergantungan pada transfer dana pusat dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurutnya, penurunan proyeksi APBD tahun 2026 menjadi Rp7,5 triliun, jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya Rp11,6 triliun, merupakan sinyal kuat bahwa Kutai Kartanegara tidak bisa lagi terlalu bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor minyak dan batu bara.
“Kita terlalu lama bergantung pada dana bagi hasil, jadi ketika harga batu bara jatuh, APBD kita langsung ikut terhantam,” ujar Aulia, Selasa, 9 September 2025.
Ia menilai momentum ini harus dijadikan langkah besar untuk memperkuat pendapatan asli daerah (PAD).
Selama ini, kata Aulia, kontribusi PAD masih minim dan belum mampu menopang kebutuhan pembangunan daerah.
Target pemerintah, PAD harus kembali menembus angka Rp1 triliun. Saat ini, capaian PAD baru berkisar di bawah Rp500 miliar.
Untuk mendorong peningkatan itu, Pemkab Kukar menyiapkan dua strategi utama. Pertama, mendatangkan lebih banyak orang dari luar daerah agar membelanjakan uangnya di Kukar.
Kedua, mendorong produk unggulan Kukar agar bisa dipasarkan keluar daerah hingga ke luar negeri.
“Jadi rumusnya cuma dua. Pertama, orang datang dan spending money di Kukar. Kedua, barang kita dibawa keluar daerah. Inilah yang akan memperkuat ekonomi lokal dan menaikkan PAD kita,” jelasnya.
Saat ini, pemerintah tengah melakukan inventarisasi potensi ekspor dari desa, kelurahan, hingga kecamatan.
Produk-produk lokal tersebut nantinya akan dipasarkan secara internasional dengan memanfaatkan jalur penerbangan langsung dari Balikpapan menuju Singapura, Malaysia, hingga Brunei Darussalam.
“Kita ingin produk lokal bisa masuk ke pasar luar negeri, agar ekonomi desa terangkat dan pendapatan daerah bertambah,” tambahnya.
Selain mengandalkan sektor pangan dan pariwisata, Pemkab juga berencana menertibkan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini menggunakan delivery order (DO) atas nama Kukar.
Langkah ini dinilai berpotensi menambah pemasukan daerah yang cukup besar.
“Sekarang kita dorong agar semua perusahaan di Kukar menggunakan kendaraan berpelat Kukar. Dana bagi hasil dari situ nilainya cukup tinggi, dan itu harus kita maksimalkan,” kata Aulia.
Turunnya aktivitas produksi tambang membuat royalti yang diterima dari DBH semakin berkurang. Karena itu, menurut Aulia, Pemkab tidak bisa lagi mengandalkan sektor ekstraktif sebagai penopang utama APBD.
“Memang struktur pendapatan kita ada tiga, yaitu PAD, dana bagi hasil, dan sumber lainnya. Ketergantungan kita masih tinggi pada DBH, padahal aktivitas tambang sudah menurun. Ini harus segera diubah,” tegasnya.
Aulia telah menginstruksikan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) agar memetakan kembali potensi di masing-masing sektor.
Dengan begitu, pemerintah bisa menemukan sumber pemasukan baru yang berkelanjutan dan tidak lagi terpaku pada fluktuasi harga komoditas tambang.