KUKAR : Pagi itu, Gedung Bank Sampah Induk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara tampak lebih hidup dari biasanya.

Rabu, 10 September 2025, sejumlah staf terlihat bergerak cepat membersihkan dan menata setiap sudut ruangan. Aktivitas yang tampak sederhana ini sesungguhnya menjadi bagian dari persiapan penting yaitu penilaian Kalpataru yang akan digelar keesokan harinya.
Kesibukan ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah serius menghadapi penghargaan bergengsi yang menyoroti prestasi dalam pengelolaan lingkungan hidup di tingkat nasional.
Di tengah tumpukan sampah yang telah dikumpulkan dari masyarakat, Ulfa, staf Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah DLHK Kukar, tampak menata dengan rapi setiap jenis sampah.
“Ini mau beres-beres dulu karena besok ada penilaian Kalpataru,” ujarnya.
Menurut Ulfa, persiapan tidak hanya sebatas kebersihan fisik gedung, tetapi juga meliputi penataan administrasi, dokumentasi kegiatan, dan catatan pengelolaan sampah agar tersusun rapi sebagai bagian dari evaluasi penilaian.
Bank Sampah Induk DLHK Kutai Kartanegara sudah beroperasi selama beberapa tahun dan menjadi pusat pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat secara aktif.
Konsepnya sederhana namun efektif yaitu warga menyerahkan sampah yang dapat didaur ulang dan menerima imbalan ekonomi sesuai kategori sampah. Plastik, kertas, dan logam dihargai per kilogram, sehingga masyarakat memperoleh insentif sekaligus kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
“Peran masyarakat sangat penting dalam operasional Bank Sampah Induk. Tanpa keterlibatan mereka, upaya kami dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan tidak akan maksimal,” kata Ulfa.
Ia menambahkan, keterlibatan warga juga menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memilah sampah dari rumah, sehingga proses pengelolaan di tingkat Bank Sampah menjadi lebih efisien.
Sejarah berdirinya Bank Sampah Induk berawal dari program DLHK Kukar yang bertujuan menekan volume sampah, sekaligus memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat.
Seiring waktu, program ini berkembang menjadi model pengelolaan sampah yang melibatkan sekolah, komunitas, dan pemerintah desa, sehingga dampaknya menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Kalpataru merupakan penghargaan yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada individu, kelompok, maupun pemerintah daerah yang menunjukkan prestasi luar biasa dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Penilaian Kalpataru menekankan keberhasilan dalam konservasi, pengelolaan sampah, inovasi ramah lingkungan, dan partisipasi masyarakat.
Bagi Kutai Kartanegara, penilaian ini menjadi momentum untuk menunjukkan kinerja nyata DLHK sekaligus meningkatkan reputasi daerah dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Selain dampak lingkungan, keberadaan Bank Sampah Induk juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi warga. Ibu Sari, salah satu warga yang rutin menyetorkan sampah rumah tangga, mengaku terbantu secara finansial.
“Setiap bulan saya bisa mendapat tambahan penghasilan dari sampah yang saya kumpulkan. Selain itu, saya juga jadi lebih sadar untuk memilah sampah di rumah,” ujarnya.
Testimoni serupa disampaikan warga lain yang merasa terinspirasi untuk menjaga kebersihan sekaligus memperoleh manfaat ekonomi.
Persiapan menjelang penilaian Kalpataru meliputi pembersihan gedung, penataan administrasi, serta verifikasi dokumen dan catatan pengelolaan sampah. Setiap kegiatan dicatat secara detail, mencerminkan profesionalisme tim DLHK Kukar dan dedikasi untuk menghadirkan pengelolaan lingkungan yang sistematis dan berkelanjutan.
Lebih jauh, DLHK Kutai Kartanegara juga melakukan pembinaan masyarakat dan sekolah, memperluas kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah. Program edukasi ini menanamkan budaya sadar lingkungan sejak dini, sehingga pengelolaan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ia menegaskan bahwa persiapan matang sehari sebelum penilaian menunjukkan komitmen daerah menjaga kualitas pengelolaan lingkungan hidup.
“Kalpataru bukan hanya soal penghargaan, tetapi juga ajang pembuktian bahwa Kutai Kartanegara serius dalam pengelolaan lingkungan. Kami berharap tim penilai dapat melihat kerja keras dan inovasi yang telah diterapkan,” ujarnya.
Kegiatan ini sekaligus menjadi refleksi keberhasilan Bank Sampah Induk dalam menekan volume sampah dan meningkatkan kesejahteraan warga. Dengan keterlibatan aktif masyarakat, pengelolaan sampah berjalan efektif dan menciptakan nilai tambah nyata bagi warga.
Kesadaran mengelola sampah di Kutai Kartanegara kini diarahkan pada partisipasi masyarakat. DLHK tidak lagi hanya fokus pada kinerja Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan mengembangkan konsep bank sampah sebagai solusi berkelanjutan. Bank sampah ini menyerupai lembaga keuangan, hanya objeknya berbeda, yang ditabung bukan uang, tetapi sampah anorganik.
Ulfa menjelaskan, masyarakat dapat “menabung” sampah mereka di Bank Sampah Induk DLHK Kukar. Sistem ini memungkinkan warga memiliki catatan transaksi layaknya buku tabungan biasa, sehingga setiap penyetoran sampah tercatat dengan rapi dan dapat diuangkan sesuai nilai yang ditetapkan.
“Jadi masyarakat punya buku tabungan bank sampah,” kata Ulfa.
Ia menambahkan bahwa sistem ini tidak hanya mengubah pandangan terhadap sampah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi rumah tangga.
“Masyarakat bisa menabung sampah dan hasilnya dapat diuangkan. Prinsipnya sama seperti bank, hanya berbeda pada objeknya,” ujarnya.
Partisipasi warga menjadi penentu utama keberhasilan program. Semakin banyak masyarakat menabung sampah, semakin besar pengurangan beban TPA, terutama mengingat volume sampah rumah tangga meningkat seiring pertumbuhan penduduk.
“Partisipasi aktif masyarakat sangat penting karena tidak hanya mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir, tapi juga memberi nilai tambah secara ekonomi,” tutur Ulfa.
Namun, manfaat ekonomi bukanlah tujuan utama. DLHK menekankan bahwa sasaran utama tetap terciptanya lingkungan bersih dan sehat. Kesadaran memilah sampah sejak rumah merupakan langkah sederhana, tetapi berdampak besar terhadap keberlanjutan pengelolaan.
Untuk memperluas pemahaman, DLHK Kukar gencar melakukan sosialisasi di kelurahan dan desa. Kegiatan ini memperkenalkan masyarakat pada cara memilah sampah organik dan anorganik, hingga mekanisme penyetoran ke unit bank sampah terdekat.
“Kami berharap masyarakat semakin sadar bahwa sampah bukan hanya masalah, tapi juga peluang mendapat pemasukan,” imbuhnya.
Dengan segala persiapan yang matang, DLHK Kutai Kartanegara menatap penilaian Kalpataru esok hari sebagai momentum untuk menegaskan komitmen daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan bersih, dan menumbuhkan nilai ekonomi.