JAKARTA: Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menutup perdebatan panjang mengenai status administratif Sidrap.
Dalam sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Rabu, 17 September 2025, MK menolak seluruh permohonan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999.
Putusan ini memastikan Sidrap secara hukum tetap menjadi bagian dari Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang membacakan pertimbangan menyebutkan, MK memang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, namun tidak memiliki kewenangan menentukan batas wilayah teknis.
Persoalan perbedaan antara norma, penjelasan pasal, dan lampiran peta dianggap sebagai ranah administratif pemerintah pusat.
Permohonan yang diajukan Pemerintah Kota Bontang dan DPRD juga dinilai tidak beralasan hukum.
“Kalau ada koreksi, jalurnya hanya revisi undang-undang oleh DPR dan pemerintah, bukan MK,” tegas Enny.
Sidrap selama lebih dari dua dekade berada dalam situasi abu-abu.
Warga sehari-hari bergantung pada pelayanan publik Kota Bontang, tetapi tetap tercatat sebagai penduduk Kutim.
Kondisi serba tanggung ini bahkan sempat menimbulkan kerancuan pada Pemilu 2024, ketika sebagian warga ikut mencoblos di TPS Bontang meski tidak terdaftar secara administratif.
Sebelumnya, MK melalui putusan sela Nomor 10-PS/PUU-XXII/2024 sempat memberi ruang mediasi dengan difasilitasi Gubernur Kaltim.
Namun, upaya itu gagal karena Bontang dan Kutim tidak mencapai kesepakatan. Kebuntuan tersebut membuat MK mengambil sikap final.
Putusan ini membawa kepastian hukum bagi warga Sidrap, meski keseharian mereka tetap erat dengan Bontang.
Tantangan ke depan, menurut MK, bukan lagi soal klaim wilayah, tetapi memastikan pelayanan publik di kawasan perbatasan berjalan setara tanpa diskriminasi.
“Negara tidak boleh lagi absen memberi kepastian hukum di Sidrap,” tegas MK dalam putusannya.
Dengan putusan final ini, Sidrap resmi berstatus sebagai bagian dari Kutim, menutup 22 tahun tarik ulur administratif antara dua daerah.