SAMARINDA: Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menargetkan 65 persen lahan Nusantara atau sekitar 160 ribu hektare ditetapkan sebagai kawasan lindung.
Data OIKN mencatat, sebelum pembangunan IKN dimulai, hanya 16 persen kawasan berupa hutan sekunder.
Sisanya berubah menjadi lahan pertanian, perkebunan, monokultur, dan tambang.
Data 2019 menunjukkan tersisa sekitar 40 ribu hektare hutan sekunder, 2 ribu hektare mangrove, 55 ribu hektare hutan eukaliptus industri, serta 80 ribu hektare lahan pertanian dan sawit.
Hal itu dipaparkan Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN, Myrna Safitri, dalam orasi ilmiah Dies Natalis ke-63 Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Sabtu, 27 September 2025.
“Di balik semua Ini adalah sebuah pengorbanan karena kita harus mengendalikan sedemikian rupa keinginan untuk memanfaatkan lahan,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini ditegaskan sebagai komitmen menjadikan Nusantara sebagai Forest City yang ramah lingkungan, berkelanjutan, sekaligus menjawab tantangan degradasi hutan tropis Kalimantan.
Ia menyebut pembangunan IKN bukan sekadar membangun kota, melainkan memulihkan ekosistem yang telah lama terfragmentasi akibat deforestasi, perkebunan, dan pertambangan.
“Deforestasi besar-besaran telah mengganggu konektivitas ekologis. Melalui program reforestasi dan perlindungan hotspot keanekaragaman hayati, kami ingin menghubungkan kembali koridor satwa liar yang terputus,” jelasnya.
OIKN memetakan tujuh kawasan prioritas dengan tingkat biodiversitas tinggi, yakni Bentang Alam Gunung Beratus, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Teluk Balikpapan, Rawa Banjar, Air Terjun Tembalang, Pesisir Mangrove Kariangau, serta Rawa Gambut Tembalang.
Seluruh kawasan ini akan mendapat perlindungan khusus untuk menjaga kelestarian ekosistem Nusantara.
Myrna menegaskan pilar pembangunan IKN mengedepankan Zero Deforestation, peningkatan cadangan karbon, pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi biodiversitas, serta keterlibatan masyarakat lokal dan adat.
Selain melindungi habitat satwa, konsep Forest City juga diarahkan untuk memberi manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan.
OIKN memproyeksikan program ini akan menciptakan green jobs, menekan biaya energi, meningkatkan nilai properti, sekaligus menjadi destinasi wisata.
Masyarakat diharapkan ikut terlibat melalui penanaman pohon di ruang terbuka hijau dan program citizen science, sehingga gaya hidup baru yang harmonis dengan alam bisa terbentuk di Nusantara.
OIKN menargetkan 75 persen ruang terbuka hijau dapat diwujudkan pada 2045.
Pembangunan juga diperkuat dengan konsep sponge city, yakni kota resiliensi air yang mampu menyerap dan menyaring air hujan secara alami.
“Ini bukan sekadar konsep, melainkan komitmen menuju Nusantara yang climate-resilient, sustainable, liveable, and lovable,” pungkas Myrna.