SAMARINDA: Kalimantan Timur (Kaltim) resmi menjadi tuan rumah Indonesia Sustainability Energy Week (ISEW) 2025 dan International Capacity Development Program for Coal Regions in Transition, forum internasional yang membahas kolaborasi strategis menuju transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia.

Kegiatan yang berlangsung di Hotel Mercure Samarinda, 13-16 Oktober 2025, mengusung tema “Collaborative Solutions for a Just Energy Transition in East Kalimantan.”
Ardian Candraputra, Team Lead Energy Hub Project GIZ Indonesia/ASEAN yang mewakili Direktur Program Energi GIZ, Lisa Tinschert, menjelaskan bahwa ISEW ICDP merupakan program tahunan yang telah berjalan sejak 2022 dan tahun ini dirancang lebih fokus pada tingkat regional.
“ISEW menjadi platform pertukaran ide dan inovasi antar pemangku kepentingan untuk mendorong terwujudnya transisi energi yang adil dan berkelanjutan,” ujar Ardian, Senin 13 Oktober 2025.
Ia menegaskan, pelaksanaan forum di Samarinda mencerminkan komitmen untuk memastikan transisi energi tidak hanya soal teknologi, tetapi juga diversifikasi ekonomi lokal serta pemberdayaan masyarakat daerah, terutama di wilayah penghasil energi seperti Kaltim.
“Tujuan utama ISEW di Samarinda adalah mempromosikan kolaborasi antara pemerintah provinsi, kabupaten, akademisi, LSM, dan sektor swasta dalam merancang strategi transisi energi yang dapat ditindaklanjuti di daerah,” jelasnya.
ISEW juga menghadirkan sesi pelatihan untuk meningkatkan kapasitas profesional, mahasiswa, dan organisasi masyarakat agar mampu berperan aktif dalam proses transisi energi.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Sri Wahyuni, mewakili Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dalam pidatonya menyampaikan apresiasi kepada GIZ dan Kementerian PPN/Bappenas atas kepercayaan menjadikan Kaltim sebagai tuan rumah forum strategis ini.
Ia menegaskan, Kaltim sudah sejak lama menggagas transformasi ekonomi dan energi, namun pelaksanaan di lapangan masih memerlukan langkah konkret dan operasional.
“Kita menyadari, sektor migas dan pertambangan masih menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Namun data BPS menunjukkan tanda positif: industri pengolahan mulai tumbuh, sementara sektor tambang mulai menurun. Artinya, ketergantungan pada sumber daya alam bisa perlahan dikurangi,” ujar Sri.
Sri Wahyuni juga menekankan bahwa forum seperti ISEW sangat dibutuhkan untuk menyusun desain besar transformasi energi Kaltim.
“Kita menyadari sumber daya alam suatu saat akan habis. Karena itu, komitmen terhadap energi bersih adalah investasi bagi masa depan Kaltim,” tegasnya.
ia menjelaskan bahwa sejak 15 tahun lalu Kaltim telah menjalankan program Kaltim Hijau, yang kemudian diturunkan dalam RPJMD dan Renstra daerah.
Pada 2019, Pemprov juga menandatangani perjanjian karbon dengan Bank Dunia melalui program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF).
“Kerja sama seperti ini harus terus kita dorong agar komitmen terhadap lingkungan dan energi bersih berjalan konsisten,” tambahnya.
Sementara itu, Deputi Infrastruktur Kementerian PPN/Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris, menilai Kaltim memiliki potensi energi luar biasa yang dapat menjadi modal utama pengembangan industri hijau.
“Kaltim kaya energi, tapi selama ini pemanfaatannya lebih banyak untuk ekspor. Ke depan, harus ada keseimbangan agar energi ini bisa dimanfaatkan untuk memperkuat ekonomi lokal,” ujarnya.
Menurut Malik, hilirisasi dan industrialisasi berbasis energi di Kaltim harus didorong seiring pembangunan kawasan industri dan infrastruktur yang efisien.
“Dengan potensi migas, batubara, dan proyek energi baru terbarukan yang terus berkembang, Kaltim bisa menjadi pusat hilirisasi nasional,” katanya.
Ia menambahkan, sinergi antardaerah di Kalimantan sangat penting, misalnya integrasi antara sumber energi Kaltim, PLTA di Kalimantan Utara, serta pengembangan wilayah industri di Samarinda, Balikpapan, dan kawasan IKN.
“Kalau infrastruktur diperkuat dan energi tersedia, industri akan datang. Ini sejalan dengan cita-cita Presiden untuk mewujudkan swasembada energi dan hilirisasi nasional,” tutup Malik.
