MALANG: Setelah puas menikmati panorama dari Lemah Pasar, rombongan MSI Group kembali menuruni bukit menuju kaki Gunung Batok. Jeep merah kembali terparkir di tengah lautan pasir.
Tak lama empat orang dalam rombongan: Ira (narasi.co), Aminah (Natmed.id), Adi (Infosatu.co), dan Mohammad Sukri selaku CEO MSI Group sepakat menaklukkan medan berpasir demi satu tujuan: berdiri di bibir kawah Bromo dan menyaksikan keagungan ciptaan Tuhan dari ketinggian 2.329 mdpl.
Siang itu, lautan pasir Bromo tampak terang di bawah sinar matahari. Namun udara tetap dingin menusuk.
Saat turun dari jeep, para penunggang kuda berdiri berjajar menawarkan jasa antar ke puncak.
“Naik, Mbak? Cuma dua puluh menit sampai atas,” ujar salah satu bapak kuda.
Namun rombongan MSI Group memilih berjalan kaki biar terasa perjuangannya.
Perjalanan pun dimulai menapaki padang pasir tebal dibarengi debu yang berterbangan diterpa angin gunung.
Di kiri kanan jalan tampak kuda lalu-lalang, meninggalkan jejak kaki dan kotoran yang mengering di pasir.
Saat angin bertiup lebih kencang, aroma asam samar ikut tercium.
Perjalanan mereka berlanjut melewati Pura Luhur Poten, pura suci umat Hindu Tengger yang berdiri gagah di tengah padang pasir.
Bangunannya tampak kontras dengan lanskap alam sekitar berdinding batu hitam vulkanik dan berpagar megah.
Rombongan hanya melintas perlahan di jalur depan pura, menatap ke arah bangunan yang menjadi pusat upacara adat Yadnya Kasada, di mana masyarakat Tengger setiap tahun mempersembahkan hasil bumi ke kawah Bromo.
Tak lama setelah melewati pura, jalan mulai menanjak menuju kaki tangga. Di kejauhan, terlihat jelas kabut tipis yang naik dari arah kawah, menandakan mereka semakin dekat dengan puncak.
Dari area parkiran Jeep hingga ke kaki tangga berjarak sekitar 3,5 kilometer, dengan jalur berpasir yang kadang dalam hingga semata kaki.
Di sana, wisatawan mulai tampak berhenti, mengatur napas sebelum mendaki ratusan anak tangga menuju puncak kawah.
Langkah MSI Group juga melambat. Mereka beberapa kali berhenti untuk beristirahat, berbagi air mineral, dan memberi semangat satu sama lain.
Tangga menuju puncak berjumlah sekitar 250 anak tangga, dengan kemiringan cukup curam dan jalur sempit yang penuh debu.
Beberapa kali mereka berpapasan dengan wisatawan lain yang menuruni tangga sambil tersenyum memberi semangat.
Sekitar 10 menit menaiki tangga langkah mereka tiba di bibir kawah Bromo.

Di ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut, terbentang pemandangan luar biasa — kawah Gunung Bromo yang berdiameter 800 meter, mengepulkan asap putih dari dasar bumi.
Pemandangan dari atas sungguh menakjubkan. Asap putih mengepul dari lubang kawah, suaranya bergemuruh lembut, seperti bisikan bumi yang sedang berdoa. Di depan mereka, Gunung Batok berdiri tegak, dikelilingi kaldera Tengger yang luas.
“Aku selalu paling belakang sejak berangkat,” kata Ira, “tapi menjelang puncak aku semangat banget sampai akhirnya jadi yang pertama tiba di atas. Untuk mencapai puncak, memang perlu pengorbanan”.
Udara di puncak terasa dingin namun menenangkan.
Debu pasir menari di udara, sementara cahaya matahari sore menimpa dinding kawah, menciptakan gradasi warna yang memukau.
Di tempat ini, semua rasa lelah seakan sirna, berganti rasa syukur.
“Saya merasa sangat bersyukur hari ini bisa menginjakkan kaki di puncak kawah Gunung Bromo bersama MSI Grup. Di sini saya tidak hanya melihat alam, tapi juga melihat diri saya sendiri yang begitu kecil di hadapan kuasa Allah,” tutur Aminah sambil menatap kawah yang diselimuti kabut putih.
Bagi Mohammad Sukri, CEO MSI Group, keberhasilan rombongan mencapai puncak Bromo menjadi simbol kekompakan dan semangat kebersamaan yang selama ini menjadi ruh perjalanannya.
“Alhamdulillah, akhirnya cita-cita kami tercapai. Ini kedua kalinya saya ke Bromo, tapi baru kali ini bisa sampai puncak,” ujarnya dengan senyum lebar.
Sementara menurut Adi perjalanan menuju puncak bukan hal yang mudah.
“Cukup capek, tapi begitu sampai di atas dan melihat kawah Bromo, semua rasa lelah terbayar dan perjalanan ini saya persembahkan untuk mamah di rumah,” ucap Adi.
Setelah puas menikmati pemandangan dan berfoto, rombongan bergegas turun.
Mohammad Sukri menunggang kuda, sementara tiga wartawan muda memilih kembali berjalan kaki. Langit mulai berubah jingga, dan bayangan Pura Luhur Poten tampak samar di kejauhan, berdiri anggun di tengah pasir yang dingin.
Langkah mereka perlahan meninggalkan puncak, tapi jejak pengalaman tetap tertinggal di hati.
Gunung Bromo tak hanya menunjukkan keindahan alamnya, tapi juga mengajarkan satu hal sederhana: bahwa setiap puncak selalu menunggu bagi mereka yang berani melangkah.
