KUKAR: Kehadiran Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) selama 25 tahun di Kutai Kartanegara (Kukar), dinilai memberikan kontribusi besar bagi kemajuan petani sawit lokal.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar, menilai organisasi itu telah memainkan peran penting dalam memperkuat posisi petani sekaligus mendorong praktik perkebunan yang berkelanjutan.
“Selama ini mereka berjalan dengan eksis,” ujar Sekretaris DLHK Kukar, Taupiq, saat ditemui di Kantor DLHK pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Taupiq menilai keberadaan APKASINDO menjadi wadah yang efektif dalam memperjuangkan kepentingan petani sawit, terutama dalam hal peningkatan kapasitas dan penguatan ekonomi masyarakat di sektor perkebunan.
Menurutnya, perkembangan industri sawit di Kutai Kartanegara telah menunjukkan kemajuan signifikan selama dua setengah dekade terakhir.
Baik perusahaan besar maupun petani lokal dinilai mampu tumbuh berdampingan dan beradaptasi terhadap dinamika pasar serta regulasi lingkungan yang semakin ketat.
“Sudah 25 tahun perusahaan maupun petani sawit lokal di Kutai Kartanegara sangat maju,” kata Taupiq.
Ia menyebut, sinergi antara perusahaan dan petani menjadi faktor utama keberhasilan tersebut.
Hubungan yang terjalin, lanjutnya, tidak hanya sebatas kerja sama ekonomi, tetapi juga menjadi bentuk kemitraan yang mendorong keberlanjutan usaha di sektor sawit.
Dari sisi lingkungan, DLHK Kukar tengah mencanangkan program kawasan industri hijau di beberapa kecamatan.
Program ini menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian alam.
“Kami sudah melakukan sosialisasi terkait industri hijau. Kami mengumpulkan petani sawit yang terhimpun dalam wadah koperasi,” ungkap Taupiq.
Ia menambahkan, pendekatan itu dimaksudkan agar para petani memahami pentingnya pengelolaan sawit yang berwawasan lingkungan.
DLHK juga mendorong agar setiap pelaku usaha sawit, baik perusahaan maupun koperasi, memiliki sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro).
Sertifikasi tersebut merupakan bentuk penilaian terhadap kesesuaian usaha industri sawit dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menjamin mutu produk dan keberlanjutan pengelolaan lingkungan.
“Kami juga memberikan sosialisasi terkait itu, bukan cuma perusahaan tetapi petani lokal melalui koperasi juga harus memiliki syarat-syarat itu,” kata Taupiq.
Ia menegaskan bahwa sertifikasi menjadi kebutuhan penting bagi pelaku usaha sawit agar mampu menembus pasar global.
“Pasar di luar membutuhkan kalau mau membeli sawit, perusahaan atau koperasi harus memiliki sertifikasi itu,” sebutnya.
Sertifikasi tersebut juga mencakup pengelolaan limbah industri, salah satu aspek penting dalam penerapan prinsip industri hijau.
Lebih jauh, Taupiq berharap agar APKASINDO terus menjaga komitmen dalam mendampingi para petani sawit untuk mengelola kebun secara benar dan berkelanjutan.
“Kita berharap APKASINDO ini bisa tetap berjuang terus bagaimana bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat petani sawit kita dalam rangka pengelolaan sawit yang benar,” tuturnya.
Pemerintah daerah menilai, keberlanjutan sektor sawit di Kutai Kartanegara hanya bisa terwujud melalui kolaborasi erat antara pemerintah, asosiasi petani, dan perusahaan.
Dengan sinergi tersebut, Kutai Kartanegara diharapkan mampu menjadi contoh daerah penghasil sawit yang tidak hanya unggul dari sisi produksi, tetapi juga memiliki komitmen kuat terhadap perlindungan lingkungan.
