Samaridna – Pemprov Kaltim menegaskan jika Kaltim tidak pernah berniat untuk melakukan hal di luar kendali untuk merdeka dengan memanfaatkan segala kekayaan yang dimiliki.
“Kaltim tidak pernah berniat untuk macam-macam, tidak berniat untuk merdeka dengan segala kekayaan yang dimiliki,” ucap Gubernur Kaltim Isran Noor dalam sambutannya di Musyawarah Wilayah (Muswil) ke-8 Pemuda Pancasila (PP) Kaltim yang berlangsung pada 25-27 Februari 2022 lalu.
Visi kepemimpinan Gubernur Kaltim Isran Noor dan Wakil Gubernur Hadi Mulyadi yakni membawa “Kaltim Berani Berdaulat”.
Isran pun mengemukakan bahwa visi Kaltim Berani Berdaulat itu bukan karena mau merdeka, melainkan adalah sebuah kata yang digunakan untuk memberikan motivasi kepada masyarakat Kaltim untuk lebih berbuat, lebih baik dan lebih semangat lagi.
Dituturkan mantan Bupati Kutai Timur itu kalau Kaltim ketika tidak merasa puas pada kebijakan pusat, selalu melakukan hal-hal yang konstitusional.
Seperti halnya ketika tahun 2010 lalu di mana Gubernur Kaltim menjabat saat itu adalah Awang Faroek Ishak yang mau menjadikan Kaltim sebagai daerah otonomi khusus namun ditolak oleh pusat. Dan penolakan itu diterima dengan lapang dada oleh masyarakat dan Pemprov Kaltim.
Tidak berhenti di situ, pada tahun 2012 Kaltim kembali melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah ke Mahkamah Konstitusi, namun ditolak.
“Penolakan itu juga diterima dengan lapang dada, begitu. Jadi saya katakan bahwa Kaltim ini provinsi yang paling patuh, bisa kita bayangkan masyarakat kita yang di Aceh dengan sumber daya alamnya pasti ingin merdeka. Saudara kita di Riau sudah membentuk kaukus (sebuah pertemuan) kemerdekaan karena sumber daya alam, Papua pun begitu,” tegasnya di Hotel Bumi Senyiur.
Jangan dilihat statement mau kemerdekaan, itu adalah sebuah ketidakpuasan yang dirasakan daerah oleh kebijakan pusat.
Oleh sebab itu, dengan kondisi seperti demikian, mohon maaf akhirnya kembali lagi berkah itu. Pemerintah pusat atas persetujuan Undang-Undang IKN ditempatkan lah ibu kota itu di Kaltim.
“Walaupun ibu kota berada di Kaltim, tapi masyarakat Kaltim itu tidak pernah merasa bahwa itu milik mereka, karena ini adalah milik bangsa secara keseluruhan,” tegasnya.
Isran juga mengatakan bahwa masyarakat Kaltim oleh ketua-ketua adat dan pewaris kesultanan tidak pernah meminta istimewa oleh pemerintah pusat.
“Ada yang menyatakan sebagian kecil, nanti ketua otorita harus orang kaltim, saya bilang tidak, saya bicara dengan para sultan katanya tidak usah, karena ibu kota ini milik bangsa dan negara, tunjukkanlah orang-orang yang memiliki kebangsaan, nasionalisme yang benar-benar memperjuangkan atas nama bangsa dan negara,” jelasnya.
