SAMARINDA: Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik mengatakan kemitraan antara pelaku usaha besar dan UMKM serta koperasi harus memiliki “benchmarking” yang sama agar tidak menuai pertengkaran dari waktu ke waktu.
“Kenapa itu bisa terjadi? Karena datanya tidak presisi. Ini yang ke depan harus kita siapkan, agar intervensi kita tepat dan akurat,” kata Akmal.
Hal itu ia katakan saat memberi arahan pada Sosialisasi Peraturan Menteri Investasi/Kepala BPKM RI Nomor 1 Tahun 2022 “Kemitraan bidang penanaman modal usaha besar dengan UMKM dan koperasi berbasis geospasial guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah” di Swiss Belhotel Borneo Samarinda, Selasa (17/10/2023).
Ia kemudian menjelaskan, pertengkaran yang dimaksud contohnya ribut soal keluhan UMKM karena kucuran dana yang tidak tepat.
“Misal, pelaku UMKM A bisa mendapat bantuan, sementara pelaku UMKM B tidak. Berikutnya, pelaku UMKM C mendapat dukungan bantuan permodalan yang besar sedangkan pelaku UMKM D hanya menerima kecil,” jelasnya.
Untuk itu, ia menegaskan pentingnya dukungan data yang presisi baik bagi pelaku usaha besar maupun UMKM dan koperasi untuk membangun kemitraan usaha.
“Jadi tidak mudah sesungguhnya kemitraan itu jika tidak didukung dengan data yang presisi,” tegasnya.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam
Negeri itu juga memberi contoh sukses penggunaan data yang presisi saat dirinya menjabat sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat satu tahun yang lalu.
Ia mengaku, data sangat teknis bahkan bisa dideteksi hingga ruang-ruang paling rendah di tingkat rukun tetangga (RT), baik mengenai data penduduk, pengangguran, UMKM, jenis kelamin, status, rumah tidak layak huni, hingga nomor telepon dan jenis handphone yang digunakan semua terekam secara digital dalam geospasial.
“Before dan after sebelum keberadaan perusahaan jadi lebih ril dengan data presisi dan eksekusinya. Jadi, bagus juga ini buat perusahaan,” ujarnya.
Ia memaparkan, tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan kebijakan terjadi akibat tidak akuratnya data yang dijadikan rujukan dan pijakan bahkan bisa bermula dari tingkat desa.
“Ketika ditanya berapa jumlah UMKM dijawab 11, padahal ada 20. Berapa jumlah desa di kecamatannya, diakumulasikan. Di Indonesia ini ada 75.000 desa, kalikan saja berapa devisiasinya. Dampakya kepada uang berapa, potensinya berapa? Kesalahan data itu akan menyebabkan intervensi tidak akan maksimal. Itulah pentingnya data yang presisi,” bebernya.
Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan MoU antara pelaku usaha besar dan UMKM di Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan pilot project kemitraan ini.
Tampak hadir, Kepala DPMPTSP Kaltim Pugh Harjanto, Kepala Disperindagkop Kaltim Heni Purwaningsih dengan narasumber Direktur Pelayanan Izin Berusaha Sektor Industri BKPM. (*)