SAMARINDA: Penggunaan bahasa daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) khusunya di kalangan generasi muda cukup sulit ditemukan bahkan hampir tidak lagi terdengar di beberapa wilayah di Indonesia.
Ungkap Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik pada sambutan tertulisnya yang diwakili Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim (Disdikbud Kaltim) Yekti Utami dalam Festival Tunas Bahasa Ibu Kaltim Tahun 2023 di Ballroom Lantai VII Hotel Grand Kartika Samarinda, Rabu (15/11/2023).
“Hanya beberapa kalangan masyarakat di wilayah tertentu yang masih cukup fasih berbahasa daerah untuk berkomunikasi sehari-hari. Terutama kalangan masyarakat dari generasi X (Gen X) dan generasi Baby Boomer,” ungkapnya.
Gen X sendiri adalah generasi yang lahir pada tahun 1965-1980. Sedangkan generasi Baby Boomer, yaitu generasi yang lahir pada tahun 1946-1964.
Akmal Malik memaparkan hanya sedikit generasi milenial (lahir pada tahun 1981-1996) dan generasi Z (kelahiran tahun 1997-2012) yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah.
Bahkan ditemui, banyak dari generasi tersebut yang tidak tahu sama sekali bahasa ibunya.
Hal ini mengundang keprihatinannya, yang menyebut apabila tidak ada tindakan nyata maka suatu hari bahasa daerah akan punah.
Menurutnya, salah satu penyebab ketidakmampuan generasi milenial dan generasi Z dalam berbahasa daerah, yakni penutur bahasa ibu generasi sebelumnya tidak lagi menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi kepada generasi anak cucuknya.
Generasi Baby Boomer dan generasi Y mulai terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik semenjak berada di bangku sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya dalam belajar-mengajar.
Kemudian, adanya akses pendidikan dengan pemerataan bahasa Indonesia dalam prosesnya yang digencarkan oleh pemerintah untuk semua kalangan masyarakat sebagai program pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan beradab, juga disinyalir menjadi penyebab lainnya.
“Namun banyak bahasa daerah yang terancam punah penyebabnya adalah penutur bahasa daerah dari generasi sebelumnya yang sejatinya tidak lagi mewariskan bahasa ibu kepada generasi berikutnya,” jelasnya.
“Hal ini tentu melahirkan penutur bahasa daerah yang kian waktu semakin berkurang. Apabila tidak ada pergerakan nyata kita dalam mengatasi hal demikian, maka mungkin suatu saat bahasa ibu kita akan punah,” sambungnya.
Untuk itu, Pj Gubernur Kaltim ini mengimbau seluruh pemangku kepentingan terkait mengajak serta peran aktif masyarakat untuk bersama-sama melestarikan bahasa daerah. Terutama bahasa daerah tempat kelahirannya dan bahasa daerah orang tuanya.
Akmal Malik menyampaikan bahwa salah satu cara melestarikan bahasa daerah, yaitu dengan saling berkomunikasi dalam kegiatan sehari-hari bersama keluarga atau teman dengan bahasa daerah.
Bila perlu, beberapa kesempatan dalam pekerjaan, pertemuan, atau bahkan kehadiran pejabat pemerintahan dari luar daerah, warga Benua Etam dapat saling berbagi sedikit kosakata bahasa daerah.
Harapannya, dengan saling bahu-membahu memelihara dan menjaga bahasa daerah dalam tiap kesempatan, bahasa daerah akan terus eksis di masyarakat hingga generasi mendatang.
“Sehingga diperlukan peran seluruh pemangku kepentingan bersama masyarakat untuk menurunkan ilmu bahasa ibu kepada generasi muda agar tetap eksis di masyarakat, dan dapat terjaga hingga generasi berikutnya,” pungkasnya. (*)
