
SAMARINDA: Dalam Undang-Undang (UU) No.5 Tahun 2014 bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang terlibat atau ikut serta terlibat dalam Kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau Pemilihan Umum (Pemilu).
Bahkan mendukung melalui medsos pun itu bisa dilaporkan sebagai pelanggaran netralitas.
Jika terdapat PNS/ASN atau Perangkat Pemerintah dan terbukti melakukan pelanggaran tersebut maka PNS/ASN akan dikenakan sanksi berupa surat teguran, sanksi hukuman disiplin meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, serta penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengatur larangan pose foto ASN yang diunggah ke media sosial dengan unsur mendukung salah satu nomor Pasangan Calon (Paslon) dengan tujuan untuk menjaga netralitas ASN jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Jahidin mengatakan bahwasanya larangan tersebut bukanlah hal yang baru.
“Semua sudah ada aturannya, sudah ada UU ASN dan arahannya dari KPU. Kemudian aturan pemerintah yang mempunyai ketegasan,” ungkapnya di Gedung Utama B DPRD Kaltim, Kamis (16/11/2023).
Ia secara tegas mengatakan bahwa selama ASN terlibat dalam pose yang mencerminkan dukungan terhadap partai politik atau pasangan calon tertentu dengan menggunakan simbol-simbol partai, hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran.
“Selama itu dia menggunakan lambang-lambang membawa partai-partai tertentu ya, itu suatu pelanggaran,” tuturnya.
“Bahkan dengan bergaya jari yang terikat dengan Paslon pun itu sudah terindikasi,” sambungnya.
Dengan demikian, ia meminta pada ASN agar tidak melibatkan diri dalam hal yang dapat dianggap berkampanye atau menunjukkan keberpihakan politik pada calon tertentu.
Menurutnya, keterlibatan ASN dalam ekspresi politik seperti berpose sesuai nomor urut paslon dapat mengganggu netralitas dan integritas sebagai abdi negara.
Dengan demikian, aturan yang melarang pose semacam itu dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menjaga profesionalisme ASN dalam menjalankan tugas publik mereka.
“Kalau mau terlibat ya ajukan pensiun dengan hormat, seperti saya yang awalnya polisi, berhenti dan masuk kepada politik,” pungkasnya. (*)