Samarinda – Sarang burung walet menjadi salah satu komoditas ekspor yang menjadi andalan Indonesia di pasar dunia. Apabila ditekuni dengan baik, bisnis sarang burung walet akan menghasilkan rupiah yang melimpah karena untung berlipat ganda.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor sarang burung walet mencapai 1.300 ton dengan nilai USD 540,4 juta atau setara Rp 7,8 triliun (kurs Rp 14.482/USD) pada 2020.
Namun sayangnya, pengelolaan produksi sarang burung walet di Kaltim masih belum maksimal.
Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Samarinda Drh Cahyono menyebut ada sesuatu yang tidak normal dari sarang burung walet yang tersebar di Kaltim.
“Kalau saya membandingkan antara sarang burung walet yang ada di Kaltim dengan Kalteng atau Kalbar itu ada sesuatu yang nggak normal, rampasan namanya,” tutur Cahyono di ruang kerjanya, belum lama ini.
Dijelaskannya, rampasan yang dimaksud ialah panen yang dilakukan sebelum waktunya.
“Padahal dia masih mau bertelur atau anaknya belum terbang, sudah dipanen. Jadinya telur sama anak ini kan mati semua,” keluhnya.
Sehingga, ia khawatir apabila hal tersebut terjadi di banyak tempat, populasi walet di Kaltim akan terus berkurang dan produksi walet pun otomatis berkurang.
Cahyono mengatakan hal tersebut terjadi karena sebagian besar produksi walet di Kaltim masih kecil-kecil.
“Kalau yang produksinya sudah banyak, uangnya lebih, mereka tidak akan melakukan itu,” jelasnya.
Permasalahannya, hampir sebagian besar masyarakat yang memproduksi sarang burung walet modalnya berasal dari utang.
“Karena utang banyak, harus mencari supaya lunas jadi yang penting jual,” katanya.
Padahal, burung walet seharusnya didiamkan, minimal 10-20% yang loyal kembali ke rumahnya.
Dijelaskannya, pada masa lalu untuk ekspor langsung ke China, harga sarang burung walet bisa tembus hingga Rp 60 juta per kilogram. “Itu ketika Indonesia bisa menentukan harga sendiri,” ujarnya.
Tapi makin ke sini, harganya makin melorot. Menurutnya, itu terjadi karena pengusaha China menitipkan modalnya ke pelaku usaha di Indonesia. Kemudian mendirikan perusahaan hingga membangun usaha pencucian sarang burung walet. Mereka pun bisa menekan harga.
“Sekarang harga ekspornya hanya sekitar Rp 35 juta hingga Rp 38 juta per kilogram. Khusus untuk pengiriman ke China,” sebut Cahyono lagi.
Sebagai informasi, sarang burung walet sendiri dikenal memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, dan pada umumnya diolah menjadi sup atau es sarang burung.
Menurut informasi gizi yang terdapat pada laman Data Komposisi Pangan Indonesia, dalam 100 gram (g) sarang burung walet (mentah) terkandung berbagai komposisi gizi.
Yaitu energi 281 kalori (Kal), protein 37,5 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 32,1 g, kalsium 485 miligram (mg), fosfor 18 mg dan besi 3 mg.
Sarang burung walet dapat menjadi sumber protein, karbohidrat, dan sedikit lemak yang baik.