

SAMARINDA : Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda Ismail Latisi turut buka suara ihwal kasus kekerasan pada siswa yang sering kali menyudutkan guru sebagai pelaku.
Menurutnya, ketika guru melakukan tindakan fisik bisa jadi karena terjadinya pengulangan tindakan oleh siswa. Kemudian, nasihat yang sudah disampaikan oleh guru diabaikan.
“Sebetulnya niatnya untuk mendidik, bukan menyakiti. Tapi, kadang viral masuk UU Perlindungan Anak,” ujar Ismail di Kantor DPRD Kota Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Rabu, 19 Maret 2025.
Ia mengungkapkannya dalam rapat dengar pendapat atau hearing permohonan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Kota Samarinda.
Ismail meyakini tidak ada pengajar yang berniat menyakiti muridnya. Tindakan yang sering dianggap sebagai kekerasan tersebut sebenarnya tak lain untuk mendisiplinkan murid.
“Kekerasan itu sebenarnya bukan pilihan pertama, tapi pilihan terakhir,” yakinnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyarankan agar Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan disosialiskasikan kepada para guru.
“Supaya jika terjadi kasus tidak merembet. Bisa dilakukan pencegahan sejak awal entah dengan bantuan LBH PGRI atau yang lain sehingga tak sampai keluar,” tuturnya.
Ia menambahkan, Perda Perlindungan PTK perlu dipastikan, apakah usulan inisiatif dari legislatif yakni DPRD atau usulan eksekutif dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Samarinda.