
SAMARINDA: Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Guntur, menegaskan pentingnya langkah strategis dan sinergis untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak alat berat, khususnya dari kegiatan pertambangan batu bara.
Ia menyebut masih banyak alat berat yang beroperasi di wilayah Kaltim, namun belum terdata sebagai pembayar pajak, sehingga berpotensi merugikan daerah.
“Harapan kita nanti strateginya, perusahaan akan kami panggil. Diskusi awal, kita minta data alat berat mereka, lalu kita kroscek. Kalau mereka merasa turut membangun Kaltim, saya yakin dan percaya satu pun alat berat tidak akan ketinggalan,” tegas Guntur saat ditemui usai rapat paripurna ke-22 di DPRD Kaltim, Rabu, 9 Juli 2025.
Guntur mengungkapkan bahwa proses awal penguatan kebijakan ini menunggu pengesahan Surat Keputusan (SK) dari Gubernur.
Setelah itu, Komisi II DPRD Kaltim bersama pemerintah provinsi akan menjadwalkan pemanggilan kepada perusahaan-perusahaan pemegang izin pertambangan dan kontraktornya untuk melakukan verifikasi data secara terbuka dan bertahap.
Berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, sebanyak 7.415 unit alat berat tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang.
Namun, hanya sekitar 2.800 unit yang tercatat telah membayar pajak.
Artinya, ada sekitar 4.600–5.000 unit alat berat yang belum terdata secara resmi dan belum berkontribusi pada PAD.
Guntur juga menekankan bahwa kehadiran perusahaan tambang seharusnya memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah, mengingat dampak penggunaan jalan dan infrastruktur publik cukup besar.
“Mereka hidup di tempat kita, seharusnya uangnya masuk APBD dan dipakai kembali untuk rakyat. Apalagi tanah kita ini zat asam dan besinya tinggi, labil, jadi jalan cepat rusak. Kita butuh semenisasi dan penguatan turap, semua itu butuh biaya besar,” ujarnya.
Ia berharap koordinasi lintas sektor akan segera dilakukan, termasuk melibatkan pemerintah kabupaten/kota, mengingat pajak alat berat juga dibagi berdasarkan wilayah operasional.
Optimalisasi pajak alat berat ini sudah memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
“Kita akan kawal, jangan sampai alat berat dibiarkan lewat begitu saja tanpa kontribusi ke daerah,” kata Guntur.
