
SAMARINDA: DPRD Provinsi Kalimantan Timur akan menurunkan tim lintas komisi untuk meninjau langsung lokasi pembangunan pabrik PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI) di Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat, menyusul penolakan dari masyarakat dan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) adat.
Keputusan ini diambil setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kaltim bersama perwakilan empat ormas Laskar Mandau Adat Dayak Kutai Banjar dan perangkat adat setempat.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengungkapkan keberatan warga terkait rencana operasional dua pabrik yang jaraknya kurang dari satu kilometer dan menggunakan sumber air dari Sungai Bongan.
“Kita khawatir kapasitas air Sungai Bongan tidak mencukupi, apalagi perizinannya belum lengkap sehingga belum bisa beroperasi. Yang lebih parah, pabrik ini berdiri tanpa kebun sawit sebagai sumber bahan baku. Dari mana TBS-nya? Ini yang jadi pertanyaan,” tegas Hasanuddin usai RDP, Selasa 12 Agustus 2025.
Menurutnya, kapasitas pabrik yang direncanakan mencapai 60 ton TBS per jam memerlukan izin dari pemerintah provinsi. Namun, PT HKI yang mulai membangun pabrik sejak 2021 disebut belum melengkapi dokumen penting seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kalau tidak memenuhi syarat, bisa dikenakan sanksi administratif bahkan pidana. Kami akan bentuk tim lintas komisi untuk melihat langsung kondisi di lapangan,” ujarnya.
Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 35 mewajibkan setiap perusahaan perkebunan yang membangun pabrik pengolahan memiliki kebun sebagai sumber bahan baku. Namun, PT HKI diketahui tidak memiliki kebun sendiri dan berencana membeli TBS dari masyarakat melalui sistem kemitraan.
Meski demikian, perusahaan telah mengantongi persetujuan beroperasi di luar kawasan industri dari Kementerian Perindustrian melalui: Surat Nomor 2724/SKPBKI/PWI/XI/2024 untuk KBLI 10432 (Industri Minyak Mentah Inti Kelapa Sawit / Crude Palm Kernel Oil) dan Surat Nomor 2725/SKPBKI/PWI/XI/2024 untuk KBLI 10431 (Industri Minyak Mentah Kelapa Sawit / Crude Palm Oil).
Persetujuan ini merujuk pada Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri, namun AMDAL hingga kini belum diterbitkan.
DPRD Kaltim memastikan tim lintas komisi akan segera bergerak ke lokasi untuk verifikasi lapangan. Hasanuddin menegaskan, langkah ini diambil untuk mencegah potensi konflik di masyarakat dan memastikan investasi berjalan sesuai aturan.
Ketua Umum/Panglima Besar Laskar Mandau Adat Kalimantan Bersatu, Rudolf, menyatakan terima kasih kepada DPRD Kaltim yang merespons cepat aspirasi warga.
“Siapapun yang berinvestasi di Kalimantan Timur harus mengikuti SOP dan bekerja sama dengan pemerintah. Jangan asal membangun tanpa izin. Kami mengutuk keras jika ada investor yang melawan aturan,” ujarnya.
Rudolf menyebut pembangunan pabrik PT HKI sudah berjalan sekitar tiga tahun tanpa izin resmi. Pihaknya juga menyoroti belum adanya solusi nyata terkait ketersediaan air untuk operasional pabrik, terutama saat musim kemarau.
“Kalau mereka tidak punya izin, jangan beroperasi, bahkan untuk commissioning sekalipun,” tegasnya.