SAMARINDA: Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti sengketa lahan 13,6 hektare di RT 05 Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran, dengan melakukan pengecekan lapangan setelah kedua belah pihak menyerahkan berkas kepemilikan tanah.
Samri yang memimpin rapat dengar pendapat (hearing) pada Rabu, 17 September 2025, menyebut konflik muncul karena masyarakat merasa lahan mereka belum pernah dibebaskan, sementara PT Internasional Prima Coal (IPC) mengklaim sudah melakukan pembebasan.
“Mereka mengaku menguasai lahan itu sejak 2001, tapi sekarang dikuasai oleh IPC. Dewan akan mempelajari berkas, melibatkan tenaga profesional, lalu turun ke lapangan untuk melihat langsung,” ujarnya.
Ia juga menyinggung potensi tumpang tindih kepemilikan dan dugaan salah bayar. Menurutnya, kasus serupa sering terjadi di lapangan, di mana satu bidang tanah diklaim lebih dari satu orang.
“Makanya kita perlu buktikan siapa pemilik sahnya. Jangan sampai pembebasan dilakukan kepada orang yang salah,” tegas Samri.
Kuasa hukum warga, Paulinus Dugis, menyebut kasus ini sudah tiga kali dibahas di DPRD.
Ia menegaskan dokumen kepemilikan kliennya jelas, ditandatangani pemerintah setempat, RT, serta saksi batas yang juga mengalami kerugian.
“Kalau lahan itu sudah dibebaskan, surat tanah harus diambil. Faktanya surat asli masih dipegang klien kami,” ujarnya.
Paulinus menyebut ada tiga keluarga besar yang menjadi kliennya, dengan total klaim lahan 13,6 hektare yang telah ditanami pohon buah dan bangunan pondok.
Namun sekitar 80 persen lahan sudah rusak akibat aktivitas alat berat.
“Dulu bisa panen buah untuk dijual, sekarang tidak bisa lagi,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum PT IPC, Robert Nababan, menegaskan perusahaan telah membeli lahan dari 15 orang yang disebut sebagai pemilik sah.
“Kami tidak menolak fakta, tapi lokasi objek sengketa harus dipastikan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih klaim,” jelasnya.