JAKARTA : Perjalanan panjang Bank Syariah di Indonesia dikemas secara apik dalam Buku Dakwah First, Business Follows karya Endang Rosawati.
Salah satu materi yang dibahas tentang awal kehadiran Bank Syariah yang dianggap sama dengan bank konvensional.
Dalam peluncuran buku tersebut yang bertepatan pada 15 Ramadan 1446 Hijriah atau Sabtu, 15 Maret 2025, Endang mengatakan bahwa munculnya persepsi itu karena beberapa alasan.
Persepsi ini karena karena Bank Syariah masih “bermain” di lapangan yang sama dengan bank konvensional. Kedua bank ini sama-sama menawarkan adu harga (price competitiveness).
“Permainan” ini berdampak pada rendahnya pangsa pasar (market share) Bank Syariah di awal kehadirannya di Indonesia.
Dalam Buku Dakwah First, Business Follows ini Endang Rosawati juga menyajikan perjuangan Bank Syariah yang menjadikan nilai-nilai Islami sebagai identitas sekaligus pembeda dari bank konvensional.
Ia menjelaskan, tonggak pertama kehadiran perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat pada era 1992.
Pionir bank syariah ini, hadir di tengah kepungan bank konvensional yang tengah tumbuh subur. Bukan hal mudah, tapi dengan berbagai pendekatan edukasi ekonomi religius mampu meyakinkan masyarakat tentang ekonomi syariah di Indonesia.
Namun, kala itu, bank syariah tidak mampu bersaing dengan bank konvensional. Sebab, ukurannya (sebelum adanya merger tiga bank syariah, 2021) masih kecil.
Apakah untuk bisa eksis, bank syariah harus beradu otot? Tentu saja tidak, tapi bank syariah harus punya karakter tersendiri. Supaya bisa tetap eksis, tanpa saling bersinggungan produk dengan bank konvensional.
“Karakter sebagai bank syariah yang akan membawa keunggulan sebagai bank dengan prinsip syariah,” kata Endang yang juga ikut membidani hadirnya bank BNI Syariah dengan jabatan terakhir sebagai Sekretaris Corporate.
Ia menjelaskan tentang karakter produk syariah dengan berbagai varian yang membedakan bank syariah dengan konvensional.
Seperti, BNI Syariah memperkenalkan konsep Hasanah Titik untuk keluar dari “playing field” yang sama dengan bank konvensional.
Untuk mengimplementasikan nilai (value) ini memerlukan komitmen yang terus menerus dari pimpinan terhadap internal bank. Selain itu, juga terhadap lingkungan dan stakeholder BNI Syariah.
Dalam buku ini dijelaskan tentang perbedaan sistem Bank Syariah dan konvensional. Hal ini seperti, produk kredit ditawarkan dengan bunga yang ringan. Sedangkan untuk produk tabungan ditawarkan dengan bunga yang setara deposito.
Upaya menjaga komitmen, harus didasari dengan semangat spiritual, yaitu semangat dakwah. Dengan dakwah akan terbentuk energi yang tidak ada habisnya (militansi).
Selain itu, memunculkan terobosan yang antimainstream untuk memudahkan nasabah melaksanakan maqoshid syariah di dalam transaksi keuangannya.
Contoh anti mainstream yang dilakukan BNI Syariah saat itu adalah dengan menghilangkan denda keterlambatan (ta’zir) pada pembiayaan murabaha. Terobosan ini guna menghindari riba nasi’ah.
Beberapa strategi yang dijalankan oleh BNI Syariah dalam menginternalisasikan corporate value juga dituangkan dalam buku ini. Termasuk di dalamnya strategi branding yang terbukti dapat meningkatkan loyalitas nasabah.
Dakwah First Business Follows merupakan buku yang ringan dibaca. Namun, di dalamnya terdapat hikmah berupa pelajaran menghidupkan corporate value yang dijalankan melalui kepemimpinan yang solid dan selalu berlandaskan kepada Al-Quran dan Hadits.
Turut hadir dan bergabung pada peluncuran buku Dakwah First Business Follows Dirut Bank Muamalat Imam Teguh Saptono. Inisiator acara ini adalah penerbit Indscript Creative yang dipandu oleh editor Lita Widi Hastuti dan dibuka oleh Founder Indscript Indari Mastuti.
