SAMARINDA: Pertumbuhan industri financial technology (fintech) di Indonesia membuka peluang besar bagi ekonomi digital, namun juga menghadirkan tantangan serius yang perlu diantisipasi.
Hal itu disampaikan Kepala Divisi Pengawasan Perilaku PUJK, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Yulianta, saat menjadi pembicara pada acara Infinity Goes To Campus in Conjunction with Kaltim Digifest 2025 di Samarinda, Sabtu, 30 Agustus 2025.
Menurut Yulianta, generasi muda, khususnya mahasiswa, kini semakin akrab dengan berbagai layanan keuangan digital mulai dari mobile banking, pembayaran elektronik, fintech lending, insurtech, hingga aset kripto.
Meski demikian, ia mengingatkan agar penggunaan teknologi keuangan tidak dilakukan secara sembarangan.
“Kenali dan pahami produk fintech yang ada sebelum menggunakannya. Pastikan layanan yang dipilih terdaftar dan berizin resmi dari otoritas terkait,” tegas Yulianta.
Data OJK per April 2025 mencatat ada 96 penyelenggara fintech lending berizin, dengan pertumbuhan outstanding kredit mencapai Rp82,59 triliun atau naik 27,93 persen secara tahunan.
Layanan buy now pay later (BNPL) bahkan mencatat pertumbuhan lebih tinggi, mencapai 54,26 persen year on year dengan nilai Rp8,58 triliun.
Sementara itu, transaksi aset kripto hingga Juli 2025 tercatat sebesar Rp32,31 triliun, dengan sembilan aset kripto telah memperoleh izin resmi dari OJK.
Yulianta menekankan bahwa meski potensi pasar ini besar, risiko yang ditimbulkan juga tidak bisa dianggap remeh.
“Risikonya bisa datang dari keamanan siber, perlindungan konsumen, hingga keberlangsungan bisnis fintech yang sangat tergantung pada perkembangan teknologi,” ujarnya.
Dalam rangka mengawal perkembangan ekosistem keuangan digital, OJK juga mendorong inovasi melalui mekanisme regulatory sandbox.
Hingga Juni 2025, tercatat 30 model bisnis teknologi keuangan telah lulus uji coba dan resmi terdaftar.
Tak hanya itu, untuk mendukung pembiayaan UMKM, kini tersedia 16 platform securities crowdfunding (SCF) yang telah terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Platform ini menjadi alternatif pendanaan dari pasar modal yang dinilai lebih mudah diakses oleh pelaku usaha kecil dan menengah.
Dalam kesempatan yang sama, Yulianta berpesan agar mahasiswa sebagai generasi digital berhati-hati dalam menggunakan layanan keuangan.
“Gunakanlah fintech secara bijak sesuai kebutuhan dan kemampuan. Jangan mudah tergiur dengan penawaran yang tidak realistis. Kembangkan diri menjadi talenta digital yang inovatif,” pesannya.
Menurutnya, mahasiswa Kaltim punya modal besar sebagai bagian dari generasi digital.
Jika pemahaman dan literasi keuangan ditingkatkan, mereka bisa menjadi motor penggerak ekonomi digital yang sehat dan berkelanjutan.