SAMARINDA: Kepala Dinas PUPR-PERA Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda, menyebut program Gratispol Biaya Administrasi Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bertujuan mengurangi backlog sekitar 250 ribu rumah dan 60 ribu rumah tidak layak huni di Kalimantan Timur.
Program ini merupakan tindak lanjut Pergub Nomor 27 Tahun 2025. Menurutnya, masalah perumahan di Kaltim menjadi tantangan besar karena secara nasional tercatat ada 20 juta rumah tidak layak huni dan backlog mencapai 9 juta keluarga yang belum memiliki rumah.
“Program ini hadir untuk menjawab persoalan tersebut dengan cara meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Firnanda saat sambutan acara Penandatanganan dan PKS sama antara Pemprov Kaltim dan Bank Penyalur fasilitas pemberian pembiayaan pemilikan rumah bagi MBR di Ruang Ruhui Rahayu Rabu, 20 Agustus 2025.
Program ini menggratiskan biaya provisi, biaya administrasi bank, biaya laporan penilaian akhir, biaya appraisal, biaya notaris, biaya akta jual beli, biaya balik nama sertifikat, surat kuasa memberikan hak tanggungan dan biaya peningkatan hak, dengan plafon maksimal Rp10 juta per unit rumah.
Dengan skema ini, masyarakat hanya perlu menanggung cicilan rumah, sementara biaya tambahan ditutup oleh Pemprov Kaltim.
“Tahun 2025, kami alokasikan Rp10 miliar di APBD Perubahan untuk menanggung 1.000 unit rumah. Sisanya akan dilanjutkan dalam APBD murni 2026 dan seterusnya. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir, semua biaya administrasi sudah ditanggung pemerintah,” jelasnya.
Firnanda menambahkan, program ini juga sejalan dengan visi Gubernur Kaltim melalui Gratispol yang juga mencakup pendidikan gratis, kesehatan, perjalanan religius, hingga internet gratis di desa-desa.
Ia mengungkapkan bahwa Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah memberikan apresiasi terhadap program ini karena Kaltim menjadi provinsi pertama di Indonesia yang meluncurkan kebijakan serupa. Bahkan, Pergub 27/2025 diminta untuk dijadikan contoh bagi pemerintah daerah lainnya.
“ Ini bukti bahwa Kaltim bisa memulai inovasi untuk kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Firnanda menegaskan, program ini ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ia juga berharap asosiasi pengembang perumahan bisa meningkatkan suplai rumah layak huni, mengingat kebutuhan masih sangat tinggi.
“Intinya, orang kalau mau beli rumah, cukup mencicil saja, karena semua biaya administrasi sudah ditanggung pemerintah. Ini sangat meringankan debitur atau nasabah,” pungkasnya.
Program ini dilaksanakan bersama perbankan daerah maupun nasional, termasuk Bankaltimtara, Bank Mandiri, BTN, dan BTN Syariah.
Melalui sinergi tersebut, percepatan penyaluran KPR subsidi dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) di Kaltim diharapkan lebih optimal.
Direktur Utama Bankaltimtara, HM Yamin, menyebut kerja sama ini sebagai wujud nyata sinergi antara pemerintah daerah dan perbankan untuk memperkuat ekosistem pembiayaan perumahan.
“Kami berkomitmen mendukung program ini dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tepat sasaran agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan Bankaltimtara, rata-rata biaya administrasi mencapai Rp7–8 juta per unit, sehingga plafon Rp10 juta yang diberikan pemerintah dinilai sudah sangat mencukupi.
Ia menyebut program ini akan mendorong percepatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi FLPP di Kaltim. Sejak 2012 hingga 2024, Bankaltimtara tercatat telah menyalurkan sekitar 2.343 unit rumah FLPP dengan rata-rata 200 unit per tahun.
Total outstanding pembiayaan mencapai Rp252 miliar, dengan tingkat non performing loan (NPL) hanya 0,8 persen, angka yang terbilang rendah.