JAKARTA: Tongkat inovasi layanan kesehatan nasional kini bergerak dari Jakarta, setelah Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono merilis data mengejutkan, stroke menyebabkan lebih dari 350 ribu kematian setiap tahun di Indonesia.
Angka tersebut menempatkan stroke sebagai pembunuh terbesar, sekaligus penyebab utama kecacatan jangka panjang.
Dalam peluncuran Program Jakarta Siaga Stroke 2026 pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional di Jakarta, Prof. Dante menegaskan bahwa penanganan cepat menjadi faktor penentu keselamatan pasien.
“Golden period hanya 4,5 jam dari mulai gejala muncul sampai masuknya obat. Di luar itu, risiko kecacatan permanen sangat tinggi,” jelasnya, Sabtu, 7 Desember 2025.
Menurut Prof. Dante, skala krisis stroke di Indonesia harus direspons dengan pendekatan baru.
Ia menilai posisi Jakarta sebagai kota dengan fasilitas kesehatan digital dan kesiapan sistem membuatnya layak menjadi proyek percontohan nasional.
“Jakarta bisa ditiru daerah lain untuk melakukan program-program inovatif seperti ini,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan pemilihan program siaga stroke bukan tanpa alasan.
Berdasarkan data terakhir, stroke konsisten menduduki posisi teratas penyebab kematian.
“Stroke adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Karena itu, Jakarta harus bergerak cepat,” katanya.
Sebagai langkah konkret, Pemprov DKI menggerakkan 584 personel “Pasukan Putih” tim pendamping masyarakat yang sebelumnya bertugas membantu penyandang disabilitas dan lansia untuk memperkuat sistem respons darurat stroke.
“Ibu Kepala Dinas saya perintahkan agar pasukan putih membantu penanganan stroke. Itu untuk mengejar golden period 4,5 jam,” jelas Pramono.
Pasukan cepat respons ini akan dilatih untuk mengenali gejala awal stroke (FAST), mengevakuasi pasien, serta menghubungkan case emergency secara real time dengan layanan gawat darurat rumah sakit rujukan.
Selain penanganan darurat, Pemprov DKI juga meluncurkan Jakarta Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (JakSimpus), sebuah platform yang memungkinkan petugas Puskesmas melakukan pencatatan, laporan, dan manajemen tindakan secara terpadu.
Prof. Dante menyebut sistem tersebut sebagai langkah penting dalam menyederhanakan beban administrasi tenaga kesehatan yang selama ini terbebani oleh ratusan laporan manual.
“Kami mengidentifikasi ada lebih dari ratusan laporan berbeda yang harus diisi tenaga kesehatan. Melalui JakSimpus, itu disimplifikasi,” tegasnya.
Kementerian Kesehatan akan mengintegrasikan JakSimpus dengan sistem nasional Satu Sehat, sehingga data pasien dapat terhubung mulai dari Puskesmas hingga rumah sakit tipe A.
Wamenkes menegaskan bahwa jika implementasi Jakarta Siaga Stroke berjalan optimal terutama dalam deteksi dini, evakuasi cepat, dan integrasi data program tersebut akan diusulkan menjadi model nasional penanganan stroke.
“Kami berharap program ini menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke. Jakarta akan menjadi daerah pertama dengan sistem kesiapsiagaan lengkap, mulai dari kampanye publik, layanan cepat tanggap, hingga rekam medis terintegrasi,” tutup Prof. Dante.
Program Jakarta Siaga Stroke menjadi terobosan strategis karena untuk pertama kalinya kota besar menjadikan respons stroke sebagai prioritas layanan gawat darurat, bukan hanya promosi kesehatan, menjadikan Jakarta sebagai laboratorium kebijakan kesehatan digital yang potensial direplikasi di daerah lain.

