
KUKAR : Harga karet di tingkat petani Desa Prangat Selatan, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus mengalami penurunan secara signifikan.
Sejak Ramadan atau Maret hingga awal April ini, nilai jual karet turun sekitar Rp2 ribu per kilogram.
Kepala Desa Prangat Selatan Sarkono mengungkapkan bahwa harga karet saat ini hanya berkisar Rp11 ribu per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah harga normal yang sebelumnya mencapai Rp13 ribu.
Penyebab merosotnya harga karet terutama dampak dari liburnya pabrik pengolahan milik PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC).
Akibatnya, daya serap industri terhadap hasil panen petani turun. Hingga akhirnya, petani terpaksa menjual ke tengkulak meski harganya lebih rendah dibandingkan harga di pasaran.
“Alasannya, penyimpanan yang lama membuat karet menyusut dan uang tidak berputar. Karena itu, mereka menekan harga. Padahal, di hari normal, harga karet bisa mencapai Rp13 ribu,” ujar Sarkono saat dikonfirmasi Narasi.co melalui sambungan telepon seluler, Kamis, 3 April 2025.
Sarkono menilai kondisi ini menjadi tantangan besar bagi petani yang menggantungkan hidupnya pada penjualan karet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dan pusat dalam menghadirkan solusi konkret guna mengatasi fluktuasi harga yang kerap merugikan petani.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah merevitalisasi perkebunan karet dengan menjadikan Desa Prangat Selatan sebagai pusat perkebunan inti rakyat (PIR).
Menurutnya, skema ini membuka peluang bagi petani untuk memperoleh akses yang lebih baik terhadap infrastruktur pengolahan karet. Hal ini termasuk pendirian pabrik mini yang dapat mendukung pengolahan hasil panen secara mandiri.
Selain itu, keberadaan pabrik ini diyakini dapat meningkatkan nilai jual karet dan mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak.
Sarkono menambahkan bahwa upaya menuju revitalisasi perkebunan sebenarnya telah dimulai sejak tahun lalu.
Pemerintah Kabupaten Kukar melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) telah bekerja sama dengan Institute for Research and Empowerment (IRE), sebuah lembaga riset dari Yogyakarta. Tujuannya, untuk merancang cetak biru atau blue print kawasan Perkebunan PIR Lestari.
“Lima desa telah tergabung dalam program ini, yakni Prangat Selatan, Prangat Baru, Makarti, Bunga Putih, dan Sambera Baru. Harapannya, dengan adanya program ini, petani dapat lebih mandiri dalam mengelola hasil perkebunan mereka tanpa harus bergantung pada fluktuasi harga pasar yang tidak menentu,” terangnya.
Di sisi lain, Sarkono berharap program Koperasi Merah Putih yang direncanakan oleh pemerintah pusat dapat segera terealisasi. Koperasi itu diharapkan dapat menjadi jembatan langsung antara petani dan pasar.
Menurutnya, dengan adanya koperasi ini, petani akan memiliki akses lebih baik untuk menjual hasil panen mereka tanpa harus bergantung pada tengkulak.
“Jika koperasi ini bisa langsung membeli karet dari petani dengan harga yang lebih kompetitif, maka kesejahteraan petani akan lebih terjamin,” ujarnya. (Adv)