Samarinda – Indeks persepsi korupsi Indonesia kian membaik. Jika tahun 2020 berada di poin 37, pada tahun 2021 poin meningkat menjadi 38. Nilai tersebut memang masih berada di bawah skor global (43).
Namun, peningkatan yang signifikan terjadi pada nilai index World Economis Forum EOS jika sebelumnya adalah 46 kini menjadi 53. Selain itu, Global Insight Country Risk Rating dari 35 menjadi 47.
Sedangkan nilai yang mengalami penurunan adalah PRS Internastional Country Risk Guide dari sebelumnya 50 menjadi 48, kemudian Bertelsmann Foundation Transform Index dari 37 menjadi 33, dan Varieties of Democracy Project dari 26 menjadi 22.
Bukan hanya itu, terdapat 3 komponen lainnya mengalami nilai yang stagnan yaitu Economist intelligence unit country ratings, PERC Asia Risk Guide, dan World Justice Project-Rule of Law Index.
Ketua KPK Firli Bahuri mengaku, nilai-nilai pada komponen demikian menunjukkan bahwa tugas berat Indonesia masih bergerak pada korupsi dalam sistem politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, pungutan liar (pungli) dan suap pada kegiatan ekspor impor, serta hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis.
Apalagi, angka-angka itu juga menggambarkan masih maraknya korupsi di birokrasi dan cara pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dalam birokrasi dan pemerintahan.
Bahkan pada awal tahun 2022 sudah 3 kepala daerah dan 1 orang hakim yang tertangkap tangan oleh KPK karena melakukan korupsi.
Firli Bahuri menuturkan, memang jika dibandingkan dengan 3 negara lainnya indeks persepsi korupsi Indonesia masih jauh tertinggal dengan India (40), China (45), Afrika Selatan (44).
Meski demikian, jika indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2021 dibandingkan dengan negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), Indonesia memiliki nilai yang sama dengan Brazil (38), dan nilai Indonesia lebih tinggi dibandingkan Rusia (29).
“Indonesia memiliki nilai yang sama dengan negara Argentina, Brazil, dan Turki. Namun demikian, Indonesia masih lebih baik dibandingkan Meksiko dan Rusia,” terang Firli Bahuri.
Sementara pada negara-negara G20 perolehan indeks persepsi korupsi yaitu Amerika Serikat (67), Afrika Selatan (44), Arab Saudi (53), Argentina (38), Australia (73), Brazil (38), China (45), India (40), Indonesia (38), Inggris (78), Italia (56), Jepang (73), Jerman (80), Kanada (74), Meksiko (31), Korea Selatan (62), Rusia (29), Perancis (71) dan Turki (38).
Melihat angka-angka tersebut, KPK dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam pemberantasan korupsi terus mematangkan peta jalan pemberantasan korupsi.
“KPK juga tidak pernah lelah mengajak seluruh komponen bangsa untuk tidak melakukan korupsi melalui upaya pendidikan masyarakat untuk membangun budaya antikorupsi,” tegasnya.
Di samping itu, Firli mengatakan bahwa KPK juga masih melakukan tindakan-tindakan pencegahan supaya tidak terjadi korupsi dengan melakukan perbaikan sistem di seluruh kementerian lembaga, pemerintah pusat dan daerah supaya tidak ada celah, peluang untuk melakukan korupsi.
KPK pun dengan tegas melakukan penindakan kepada para pelaku korupsi. Bukan saja pada aspek pemidanaan badan tetapi menyasar pada pengembalian kerugian negara, perampasan harta-hasil korupsi dan pengenaan pidana tindak pidana pencucian uang.
“Dan kita masih harus bekerja keras untuk upaya-upaya pemberantasan korupsi dengan melibatkan peran seluruh kamar kekuasaan, dan parpol, serta segenap stakeholder serta seluruh elemen bangsa. Kita ingin Indonesia benar-benar bersih dan bebas dari korupsi,” tutupnya.

 
		 
