KUKAR: Kutai Kartanegara (Kukar) pernah akrab dengan tumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bekotok, Loa Ipuh, Tenggarong.
Setiap hari, lebih dari delapan puluh ton sampah masuk tanpa henti.
Bau menyengat, risiko kebakaran, dan pencemaran udara menjadi masalah klasik yang tak pernah benar-benar usai.
Namun, kini wajah TPA itu mulai berubah. Dari timbunan sampah, lahir api yang bisa menghidupkan kompor di dapur warga sekitar.
Adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara yang mengubah persoalan lama itu menjadi peluang baru.
Melalui sebuah terobosan, gas metana hasil pembusukan sampah yang dulu hanya dianggap ancaman, berhasil dimanfaatkan menjadi energi alternatif.
Inovasi tersebut diberi nama Pemanfaatan Gas Metan Tempat Pemrosesan Akhir Timbunan Odah Sampah, atau disingkat “Mantan Terindah”.
“Inovasi ini meraih peringkat tiga terbaik dalam kategori pemanfaatan energi terbarukan. Gas metana yang biasanya menjadi ancaman karena memicu efek rumah kaca, kini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak. Warga di sekitar TPA sudah mulai merasakan manfaatnya,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLHK Kukar, Irawan.
Sejak TPA Bekotok berdiri pada 1993, sampah dari berbagai kecamatan di Tenggarong terus ditumpuk dengan metode semi kontrol landfill.
Proses pembusukan anaerob di balik gundukan sampah itu menghasilkan metana.
Gas ini berbahaya bila dibiarkan. Agustus 2024 lalu, timbunan sempat terbakar akibat akumulasi gas yang tersulut panas terik.
Namun ancaman itu kini ditangkap dengan teknologi sederhana.
Pipa-pipa vertikal dan horizontal dipasang untuk mengalirkan gas ke instalasi pemurnian, lalu dialirkan ke rumah-rumah warga.
Setidaknya lima keluarga sudah merasakan langsung manfaatnya.
Asmiatul Jemah, Winarsih, Jainul Efendy, Tina, dan Juharni tak lagi sepenuhnya bergantung pada tabung elpiji.
Bagi mereka, api dari gas metana bukan hanya lebih murah, tetapi juga membuat kehidupan sehari-hari lebih mandiri.
Meski begitu, Irawan mengakui jalan masih panjang.
“Masih diperlukan penyempurnaan dari sisi keamanan dan kelengkapan teknis agar pemanfaatan gas metana bisa lebih maksimal. Namun arah ini sudah benar, karena selain mengurangi dampak pencemaran, juga sejalan dengan upaya mitigasi emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Pengelolaan sampah di Kutai Kartanegara tetap menghadapi beban besar.
Keterbatasan lahan, volume sampah yang meningkat, serta paradigma lama kumpul-angkut-buang membuat masalah seakan tak ada habisnya.
Sampah organik kerap terbuang percuma, padahal bisa menghasilkan energi.
Sementara itu, plastik, kardus, hingga besi masih bisa memberi nilai ekonomi jika dikelola dengan prinsip ekonomi sirkular.
Di balik itu, ada visi pembangunan daerah yang coba diwujudkan. RPJMD Kutai Kartanegara 2021-2026 menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.
Program Kukar Idaman menjadikan isu persampahan sebagai prioritas, dengan Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2019 sebagai landasan hukum.
Pemanfaatan gas metana dari Bekotok menjadi bagian dari strategi tersebut.
Dengan inovasi ini, beban lahan TPA berkurang, emisi gas rumah kaca ditekan, sementara masyarakat menerima manfaat langsung berupa energi murah pengganti elpiji.
Bagi Irawan, inisiatif ini bukan hanya soal mengurangi biaya dapur warga. Lebih dari itu, ia melihatnya sebagai langkah percontohan.
“Harapannya, pola serupa dapat direplikasi di sejumlah TPA prioritas yang sudah direncanakan,” imbuhnya.
Di balik tumpukan sampah yang sering dianggap kotor, lahir sebuah gagasan yang membuka mata banyak orang, bahwa limbah bukan semata masalah, tetapi bisa menjadi solusi.
Bekotok kini tak lagi hanya dikenal sebagai tempat akhir sampah, melainkan titik awal lahirnya energi baru.
DLHK Kukar menargetkan perluasan sambungan gas ke lebih banyak rumah.
Ke depan, mereka bahkan berharap energi itu tak hanya menyalakan kompor, melainkan juga bisa dikembangkan menjadi sumber listrik.
“Ke depan, kami ingin agar gas metana dari Bekotok tidak hanya menghidupkan kompor warga, tetapi juga bisa dikembangkan menjadi energi listrik atau sumber energi lain. Dengan begitu, pengelolaan sampah akan benar-benar memberi nilai tambah bagi Kutai Kartanegara,” ucap Irawan.
Dari bau busuk timbunan, kini lahir inovasi yang memberi cahaya harapan.
Sampah yang dulu hanya membebani, kini menjelma menjadi energi yang menghidupkan kehidupan.