
SAMARINDA: Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Jahidin, mengkritik keras minimnya akses listrik di ratusan desa di wilayahnya, meski provinsi tersebut merupakan salah satu penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Ia menyebut kondisi ini sebagai ironi kebijakan energi nasional yang tidak berpihak kepada daerah penghasil.
“Kita ini penghasil batu bara, tapi listrik di kampung-kampung masih banyak yang belum masuk. Di Sulsel dan Jawa yang beli batu bara dari kita, justru listriknya stabil. Saya punya rumah di Makassar, dan di sana tidak pernah mati lampu,” kata Jahidin kepada wartawan, Senin, 2 Juni 2025.
Menurut data yang diperoleh saat penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kelistrikan, masih terdapat 211 desa di Kaltim yang belum sepenuhnya teraliri listrik. Kondisi tersebut dinilai tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dan harus segera ditangani sebagai prioritas pembangunan.
“Kami sudah beberapa kali undang PLN, PUPR, dan kementerian terkait. Ini harus jadi prioritas, jangan sampai masyarakat Kaltim hanya jadi penonton saat sumber daya mereka dikuras,” tegasnya.
Jahidin secara khusus menyoroti kondisi di Kabupaten Mahakam Ulu, daerah perbatasan yang hingga kini sebagian wilayahnya belum menikmati listrik permanen. Ia menyebut masyarakat di sana sudah menyampaikan protes karena janji-janji elektrifikasi tak kunjung direalisasikan.
“Masyarakat di sana juga sudah menyampaikan klaim, karena mereka belum merasakan listrik sampai hari ini. Kita tidak bisa diam. Ini tanah kita, sumbernya dari kita, tapi hasilnya tidak kembali ke kita,” ujar politisi PKB tersebut.
Selain listrik, Jahidin juga mengangkat persoalan distribusi bahan bakar minyak (BBM), terutama solar subsidi, yang kerap langka di SPBU wilayah Kaltim. Ia menyebut antrean panjang hingga dua hingga tiga hari sudah menjadi keluhan umum pelaku usaha kecil dan nelayan.
“Kalau pengusaha di Jawa mau isi solar tinggal datang, di sini kadang antre dua hari pun belum tentu dapat. Jadi wajar masyarakat komplain,” katanya.
Menurutnya, situasi ini menggambarkan ironi besar: wilayah yang kaya akan sumber energi justru mengalami kesulitan dalam akses dan distribusi energi itu sendiri. Ia mengibaratkan kondisi ini seperti “ayam jantan kelaparan di lumbung pagi”, ungkapan kontras antara sumber daya dan kenyataan lapangan.
Sebagai anggota DPRD, Jahidin menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal isu ini melalui forum resmi, termasuk lewat penguatan Perda Kelistrikan. Namun, ia juga mendesak agar komitmen pemerintah pusat lebih tegas dan berpihak pada keadilan daerah.
“Kami dari DPRD terus kawal, terutama melalui Perda Kelistrikan. Tapi komitmen pusat juga harus jelas. Ini soal keadilan bagi rakyat Kaltim,” pungkasnya.