
SAMARINDA: Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo, menyoroti lemahnya pengawasan distribusi pangan menyusul terungkapnya kasus beras oplosan.
Ia menilai praktik kecurangan ini sebagai bentuk kejahatan sistematis yang harus segera dihentikan melalui tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Maraknya beras oplosan ini mirip seperti kasus pengoplosan BBM. Distribusi yang tidak diawasi ketat membuat kecurangan terus berulang dan masyarakat selalu menjadi pihak yang dirugikan,” ujar Sigit yang juga Ketua Fraksi PAN-Nasdem DPRD Kaltim.
Sigit mengungkapkan, praktik pengoplosan beras tidak hanya merugikan masyarakat secara ekonomi, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap produk pangan yang dijual di pasar.
Ia mencontohkan banyaknya masyarakat yang membeli beras kemasan tanpa mengecek ulang berat atau kualitasnya, sehingga mudah menjadi korban.
“Kadang-kadang produk yang kita pakai sehari-hari kita anggap benar saja karena sudah dikemas. Padahal bisa saja isinya tidak sesuai label,” katanya.
Pernyataan Sigit merespons temuan Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengungkap beredarnya beras oplosan di rak-rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah sebagai beras premium.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya menyebutkan bahwa hasil investigasi bersama Satgas Pangan menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
Kementan bahkan telah melaporkan kasus ini ke Kapolri dan Jaksa Agung dengan harapan penegakan hukum dilakukan cepat dan memberikan efek jera kepada para pelaku.
Menanggapi hal tersebut, Sigit menilai pemerintah dan instansi terkait harus segera meningkatkan pengawasan dari hulu ke hilir, termasuk pada proses produksi, pengemasan, hingga distribusi ke konsumen.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap produk yang telah diberi segel resmi, yang ternyata tetap bisa dipalsukan atau disalahgunakan oleh oknum.
“Harus dicek dulu barangnya. Antisipasi harus ada. Kalau ketahuan, harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa kerugian akibat beras oplosan tidak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, tetapi juga berpotensi memicu gangguan kesehatan dan mengganggu stabilitas harga pangan di daerah.
“Kalau ketangkap, tindak tegas produsen. Jangan sampai rakyat terus jadi korban,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sigit mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga rantai distribusi pangan yang sehat.
Ia mengajak masyarakat untuk lebih waspada, kritis terhadap produk kemasan, dan segera melapor jika menemukan indikasi kecurangan.
“Jangan diam. Kalau ada yang mencurigakan, laporkan. Kita butuh kerja sama semua pihak supaya perlindungan terhadap konsumen bisa optimal,” katanya.
Sigit juga meminta agar pemda dan dinas terkait di Kalimantan Timur mengambil langkah preventif, misalnya dengan mengintensifkan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang distributor dan pengecer, serta menyediakan kanal aduan konsumen yang mudah diakses.
Menurut laporan yang diterima, praktik beras oplosan diperkirakan telah merugikan masyarakat hingga ratusan triliun.
Banyak produk mencantumkan berat 5 kilogram, namun hanya berisi 4,5 kilogram, bahkan ada yang mengklaim sebagai beras premium padahal kualitasnya di bawah standar.
“Kalau distribusi diawasi ketat, rakyat bisa terlindungi. Jangan sampai masalah ini terus terjadi, karena efeknya luas,” pungkas Sigit.

 
		 
