Bandar Lampung – Kasus pemerasan dan pengerusakan Polres Lampung Timur yang menyeret Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke akan berlanjut ke proses hukum.
Hal tersebut ditegaskan Kapolda Lampung Irjen Hendro Sugiatno usai bertemu Dewan Pers dan Konstituen Dewan Pers di Mapolda Lampung, Rabu (23/3/2022).
Setelah melihat dan mendalami peristiwa di Lampung Timur. Apalagi ditambah informasi konstruktif yang disampaikan komisioner Dewan Pers Agung Darmajaya dan Ahli Pers, Iskandar Zulkarnaen serta pengurus PWI, IJTI, SMSI dan JMSI Lampung.
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun dan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers M Agung Dharmajaya mendukung Polres Lampung Timur dan Polda Lampung menindak oknum melanggar hukum yang mengatasnamakan pers.
Menurutnya, kedatangannya ke Polres Lampung Timur ini guna memberikan support terhadap penegakan hukum terkait insiden penangkapan oknum yang diduga melakukan pemerasan dan pengrusakan di Kantor Polres Lampung Timur.
“Saya sampaikan ini tidak ada kaitannya dengan pemberitaan dan sengketa pers. Saya melihat kasus ini bukan menggunakan UU Pers. Kalau sengketa pers, bisa diselesaikan di Dewan Pers sesuai amanat konstitusi. Tapi kalau tidak terkait sengketa pers dan mengarah ke pidana umum, menjadi kewenangan kepolisian,” terang Hendry di hadapan Kapolres Lamtim.
Lebih lanjut, siapapun yang melakukan tindak pidana umum, tak terkecuali wartawan, apabila melanggar bukan dalam konteks pemberitaan tentu harus ditindak.
“Tidak peduli wartawan, aparat kepolisian, kalau melanggar tindak pidana harus ditindak sesuai aturan yang berlaku,” ucap Hendri CH Bangun, Rabu (23/3/2022)
Senada, M Agung Dharmajaya menjelaskan tidak ada hubungan antara pelaku tindak pidana dengan profesi wartawan.
“Misalnya, ada wartawan terbukti memeras, ya ditangkap saja. Sebab tidak ada hubungannya dengan profesi wartawan,”tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris JMSI Lampung Ahmad Novriwan menambahkan, sikap konstituen Dewan Pers akan sama melihat persoalan Lampung Timur.
Dijelaskan, negara telah mendelegasikan Dewan Pers sebagai satu-satunya institusi untuk menjaga independen dan kemerdekaan pers. Bedanya, zaman era Soekarno dan Soeharto, Dewan Pers dipimpin pemerintah.
Seiring perkembangannya, Dewan Pers diberikan keleluasaan kepada insan pers untuk mengawal kemerdekaan pers dan independensi untuk masyarakat pers.
“Jika semua elemen masyarakat pers bisa menerima dewan pers sebagai satu-satunya institusi guna menjaga marwah pers, maka semua akan menjalankan sesuai kode etik jurnalistik,” tuturnya.
Dalam kasus Lampung Timur, menurut Pimred lintaslampung.com ini persoalannya terang benderang. Aparat penegak hukum melihat persoalan ini tak ada sengketa pers, melainkan pidana.
“Ini didukung pendapat ahli dan dewan pers,” terangnya.