JAKARTA: Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia membutuhkan solusi mobilitas yang inovatif untuk menjawab tantangan geografisnya.
Menyadari hal itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Textron Aviation menggelar Workshop “Pengembangan Industri Seaplane di Indonesia”, pada Selasa, 24 Juni 2025, di Hotel Pullman Central Park, Jakarta.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, saat membuka acara menyebut bahwa pengembangan seaplane atau pesawat amfibi merupakan langkah strategis untuk meningkatkan konektivitas antarpulau, khususnya di wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal.
“Kondisi geografis Indonesia menghadirkan tantangan logistik, tetapi juga membuka peluang luar biasa. Seaplane adalah salah satu solusi paling menjanjikan untuk meningkatkan aksesibilitas dan membuka potensi ekonomi baru,” ujar Lukman.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pengembangan bandar udara perairan (water aerodrome) serta pengoperasian seaplane telah masuk sebagai prioritas pembangunan, terutama untuk memperluas jangkauan transportasi udara di kawasan sulit dijangkau.
Menurut Lukman, setidaknya ada empat pilar utama dalam pengembangan industri seaplane di Indonesia:
Pengembangan Ekonomi
Keselamatan dan Regulasi
Keberlanjutan dan Inovasi
Kolaborasi dan Dialog Multi-Pihak
“Industri seaplane dapat mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di daerah terpencil, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan perdagangan antarpulau,” katanya.
Ia menambahkan, Indonesia harus merancang model operasional yang layak secara komersial dan memberdayakan masyarakat lokal.
Dalam membangun industri ini, Lukman menekankan pentingnya regulasi ketat dan sistem keselamatan yang sesuai dengan standar internasional.
“Setiap operasi pesawat amfibi harus didukung sistem pelatihan, pemeliharaan, dan pengawasan yang menyeluruh. Keselamatan harus menjadi fondasi utama,” tegasnya.
Selain itu, keberlanjutan juga menjadi isu krusial.
Indonesia, menurut Lukman, perlu mulai menjajaki penggunaan pesawat hemat energi dan menerapkan praktik ramah lingkungan agar ekosistem laut dan pesisir tetap terjaga.
Workshop ini diharapkan menjadi ruang dialog dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri penerbangan, operator pariwisata, akademisi, serta pemangku kepentingan lainnya.
“Pengembangan seaplane bukan sekadar proyek transportasi, melainkan misi nasional untuk membawa kemajuan ke seluruh penjuru negeri. Kita harus bersatu untuk menjadikan Indonesia lebih terhubung, inklusif, dan berkelanjutan,” pungkas Lukman.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk internal Kementerian Perhubungan, perwakilan pemerintah provinsi, operator penerbangan dan pariwisata dari berbagai daerah, serta pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan industri seaplane.