
BONTANG: Persoalan konflik antara PT Bontang Karya Utamindo (BKU) dan PT Bontang Surya Pratama (BSP) terkait Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Tanjung Limau di Kota Bontang akhirnya mencapai kesepakatan.
Konflik ini menjadi perbincangan di kalangan pemerintah karena PT BSP memutus kontrak sepihak. Meskipun kontrak dengan Perusahaan Umum Daerah Air Minum, Pelayanan Air, dan Kebersihan (Perumda AUJ) baru akan berakhir pada Agustus 2025. Di sisi lain, PT BKU mengklaim bahwa kontrak tersebut sudah diputuskan.
Akibat dari konflik ini, pasokan solar yang dipesan oleh PT BKU tidak dapat disalurkan ke tangki penyimpanan. PT BSP menolak melakukan pengiriman tersebut dengan alasan bahwa mereka masih memiliki hak pengelolaan SPBN. Dampaknya, pembongkaran solar subsidi yang ditujukan untuk nelayan pun terhambat.
Ketua Komisi II DPRD Bontang, Rustam, berharap agar kedua belah pihak dapat menjalin komunikasi yang baik dalam mengatasi masalah ini, mengingat SPBN ini berfungsi untuk nelayan dan bukan untuk umum seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Rustam mengungkapkan bahwa hari ini kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan, dan sejak hari ini juga SPBN Tanjung Limau akan beroperasi kembali.
“Harapan saya kedua belah pihak menjalin komunikasi yang baik mengingat ini adalah SPBN, bukan SPBU. Kedua belah pihak hari ini pun sepakat dan terhitung sejak hari ini pula SPBN Tanjung Limau beroperasional kembali,” ungkap Ketua Komisi ll DPRD Bontang Rustam di Gedung Sekretariat DPRD Bontang di kawasan Bontang Lestari, Senin (8/5/2023).
Rustam juga mengapresiasi PT BKU dan PT BSP karena setelah dua kali mediasi yang dilakukan oleh Komisi II DPRD Bontang, akhirnya persoalan ini dapat diselesaikan. Menurut Rustam, inti dari kesepakatan ini adalah bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah kontrak dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah SPBN ini berperan penting bagi nelayan yang mencari ikan di laut.
“Inti poinnya adalah kedua bela pihak sepakat melakukan kesepakatan kontrak atau lain sebagainya itu, yang jelas sudah ada kesepakatan dan perlu diingat SPBN ini karena ada masyarakat kita yang bekerja sebagai nelayan yang mencari ikan di laut,”terangnya.
Dengan adanya kesepakatan ini, diharapkan pasokan solar subsidi untuk nelayan dapat kembali lancar. Para nelayan di Kota Bontang bisa kembali mengandalkan SPBN Tanjung Limau untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kapal mereka dalam menjalankan aktivitas penangkapan ikan. Keputusan ini memberikan kepastian hukum bagi kedua perusahaan dan masyarakat nelayan.
Kesepakatan ini juga menjadi contoh pentingnya mediasi dalam menyelesaikan sengketa bisnis. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat belajar dari kasus ini dan meningkatkan koordinasi serta dialog untuk menghindari konflik serupa di masa mendatang. Dengan kerjasama yang baik antara perusahaan dan pemerintah, diharapkan stabilitas SPBN Tanjung Limau bisa terjaga, dan nelayan dapat terus melaksanakan aktivitas penangkapan ikan tanpa hambatan pasokan bahan bakar.
