SAMARINDA: Minimnya pemahaman aparat kecamatan dan kelurahan di Samarinda soal keterbukaan informasi publik dinilai menjadi pemicu sengketa informasi yang terus berulang.

Komisi Informasi (KI) Kaltim mendorong penguatan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di tingkat paling bawah agar mampu memberikan layanan informasi sesuai amanat undang-undang.
Ketua KI Kaltim, Imran Duse, menjelaskan bahwa masih banyak PPID kecamatan maupun kelurahan yang belum memahami tugasnya sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Masih ada PPID di kecamatan maupun kelurahan yang belum paham tugasnya sesuai regulasi. Ada yang aktif, ada yang tidak. Kegiatan seperti ini diperlukan supaya pemahaman mereka benar-benar kuat, sehingga hak masyarakat atas informasi bisa terpenuhi,” ujarnya, Senin saat mengisi Sosialisasi dan penguatan keterbukaan informasi publik pada PPID kecamatan dan kelurahan se-Samarinda di Aula Disdikbud Samarinda, Senin, 11 Agustus 2025.
Imran menyebut, sengketa informasi publik di Samarinda kerap berkaitan dengan persoalan tanah dan aset.
Banyak kelurahan atau kecamatan menolak memberikan data dengan alasan kewenangan berada di instansi lain, tanpa memberikan arahan yang jelas kepada pemohon informasi.
“Padahal, informasi tertentu seharusnya bisa dibuka untuk publik, terutama jika tidak melanggar privasi,” tegasnya.
Komisioner PPID Kaltim, Indra Zakaria, menambahkan, ada beberapa penyebab utama sengketa informasi publik di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Di antaranya, minimnya pemahaman aparatur tentang perbedaan informasi wajib diumumkan dan yang dikecualikan, keterbatasan sumber daya dan infrastruktur, serta ketiadaan daftar informasi publik (DIP) yang jelas.
“Banyak aparatur belum memahami mekanisme uji konsekuensi. Akibatnya, permohonan informasi sering tidak terlayani dengan benar,” kata Indra.
Data KI Kaltim mencatat sejumlah kasus sengketa informasi di Samarinda sepanjang 2023–2024.
Misalnya, di Kelurahan Sungai Kapih terkait permintaan data pembeli tanah dan peta koordinat yang ditolak karena permohonan kadaluarsa. Kasus lain di Kelurahan Handil Bakti juga ditolak karena pemohon tidak dapat menunjukkan legalitas kedudukannya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Diskominfo Samarinda, Euis Eka April Yani, menekankan pentingnya sinergi antara regulasi, komitmen organisasi, dan digitalisasi untuk memperkuat keterbukaan informasi publik.
Ia menyebutkan sejumlah dasar hukum yang menjadi pedoman, antara lain UU No. 14 Tahun 2008, Perki 1/2021, Perda Kota Samarinda No. 6 Tahun 2022, dan Perwali No. 26 Tahun 2024.
“Kualitas informasi harus relevan, akurat, dan mutakhir. PPID juga perlu memanfaatkan kanal digital secara aktif, minimal dua sampai empat postingan per bulan,” ujarnya.
Evaluasi Diskominfo Samarinda menunjukkan, masih ada akun media sosial kelurahan yang tidak aktif atau jarang mengunggah konten, sedangkan kecamatan relatif lebih konsisten mengelola akun media sosial resmi.
Dari sisi publikasi DIP, capaian PPID di Samarinda cenderung fluktuatif.
Pada 2021, persentase instansi yang membuat DIP mencapai 66,67 persen, menurun menjadi 23,47 persen pada 2022, kemudian merosot lagi ke 12,31 persen pada 2023. Pada 2024, angka itu kembali naik menjadi 42,31 persen.
“Peningkatan persentase ini harus diikuti dengan kualitas konten yang dipublikasikan. DIP yang dibuat bukan sekadar formalitas, tapi benar-benar memuat informasi yang dibutuhkan masyarakat,” jelas Euis.
Ia juga memberikan rekomendasi penguatan layanan informasi publik, seperti mengaktifkan kembali akun media sosial yang vakum, menunjuk admin khusus PPID, menggunakan konten sederhana namun informatif, serta melakukan monitoring berkala.
Imran menambahkan, KI Kaltim menargetkan seluruh kabupaten/kota di Kaltim mendapat penguatan serupa. Namun, keterbatasan anggaran membuat beberapa daerah hanya bisa mengikuti secara daring.
“Yang belum seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu biasanya kita lakukan lewat Zoom. Harapannya semua daerah bisa terjangkau,” katanya.
Dengan adanya penguatan kapasitas ini, KI Kaltim dan Diskominfo Samarinda berharap potensi sengketa informasi dapat ditekan, sekaligus memastikan hak masyarakat terhadap informasi publik terpenuhi.
“Apalagi Kaltim sekarang jadi sorotan nasional karena Ibu Kota Nusantara ada di sini. Pelayanan informasi publik harus dikelola dengan baik,” tutup Imran.