PURWOKERTO : Dalam rangka merumuskan upaya peningkatan kesiapsiagaan jika terjadi megathrust, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan melalui Distrik Navigasi Kelas III Tanjung Intan Cilacap menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD).
FGD mengenai Mitigasi Aspek Kenavigasian Terhadap Potensi Gempa Megathrust ini, berlangsung di Hotel Aston Purwokerto, pada Rabu (16/10/2024).
Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Capt. Antoni Arif Priadi, mengatakan, maraknya isu akan terjadinya gempa Megathrust di wilayah perairan Indonesia, ini bisa berdampak terjadinya tsunami yang sangat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran.
Kondisi tersebut, perlu disikapi dengan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial maupun korban jiwa oleh semua pihak.
Langkah utama untuk mengantisipasi dampak jika terjadi gempa megathrust adalah adanya mitigasi yang terencana dengan baik dan efektif.
Ini tidak hanya akan melindungi keselamatan pelayaran, tapi juga menjaga keberlanjutan ekonomi maritim Indonesia serta memberikan keamanan bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada laut.
“Tanpa langkah mitigasi yang memadai, keselamatan pelayaran di wilayah-wilayah strategis kita akan sangat terganggu,” tutur Capt. Antoni.
Begitu juga ekonomi maritim Indonesia yang menjadi tulang punggung bagi perdagangan dan logistik antar pulau serta internasional, juga akan terkena dampak serius.
Kondisi ini dikarenakan adanya gangguan pada rantai logistik mengingat banyaknya pelabuhan dan jalur pelayaran kita berada di kawasan yang rentan terhadap bencana ini.
Direktur Kenavigasian, Capt. Budi Mantoro saat membuka FGD mengatakan, letak geografis Indonesia yang berada pada lempeng tektonik dunia dapat memicu terjadinya gempa megathrust.
Hal ini menurutnya bukan situasi yang menguntungkan bagi kita semua. Mengingat potensi dari gempa megathrust dapat berdampak pada tsunami yang sangat membahayakan semua aspek kehidupan. Termasuk, ancaman terhadap keamanan dan keselamatan pelayaran.
“Tentunya kita semua tidak berharap dan tidak ingin peristiwa kelam yang pernah terjadi beberapa tahun silam di Indonesia akibat bencana gempa dapat terulang kembali,” kata Capt Budi Mantoro.
Guna mengantisipasi dampak dari potensi gempa megathrust, diperlukan upaya mitigasi dan kesiapsiagaan semua pihak.
Untuk itu kegiatan FGD ini merupakan salah satu bentuk partisipasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tanjung Intan dalam menyikapi potensi gempa tersebut.
Kepala Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tanjung Intan, Cilacap, Dian Nurdiana dalam laporannya mengatakan, Distrik Navigasi Tanjung Intan memiliki peran strategis dalam mendukung aspek keselamatan pelayaran di wilayah perairan Selatan Indonesia.
Wilayah kerjanya mencakup Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang terdiri dari menara suar, rambu suar, dan pelampung suar, yang menjadi panduan vital bagi kapal-kapal yang melintasi jalur-jalur strategis.
“Pada tahun 2023 saja, pihaknya telah memantau sekitar 1.500 kapal passing dan 1.800 kapal visit melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) di Cilacap, Pacitan, dan fasilitas milik Pertamina Trans Kontinental,” katanya.
“Selain itu, Distrik Navigasi Tanjung Intan juga bertanggung jawab mengawasi Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang tersebar mulai dari pesisir Selatan Banten hingga Pacitan, Jawa Timur,” jelas Dian.
Melalui FGD ini diharapkan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) keselamatan navigasi pelayaran dalam menghadapi potensi gempa megathrust.
Menetapkan langkah-langkah mitigasi (pra/pasca megathrust), yang tepat guna memastikan normalisasi pelayanan jasa keselamatan pelayaran dapat berjalan normal, meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan, serta memperkuat kolaborasi seluruh stakeholder terkait dalam merespon apabila potensi gempa megathrust terjadi.
FGD ini diikuti seluruh stakeholder di bidang pelayaran di wilayah Kabupaten Cilacap, menghadirkan narasumber yang kompeten dan ahli di bidangnya baik dari regulator, praktisi, maupun akademisi.
Yakni Kepala Stasiun Geofisika Kelas III Banjarnegara Hery Susanto Wibowo, Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof. Yusuf Nur Wijayanto, Praktisi Pelayaran Capt. Indra Priyatna dan Kepala Subdirektorat Perencanaan Teknis Kenavigasian Nanditya Darma Wardhana.(*)
