VATIKAN: Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar tampil sebagai salah satu pembicara dalam Forum Internasional untuk Perdamaian “Daring Peace” yang digelar di Vatikan, Roma.
Dalam forum bergengsi yang dihadiri para tokoh lintas agama dunia itu, Menag menyampaikan pesan tentang persaudaraan umat manusia dan mengenang persahabatannya dengan mendiang Paus Fransiskus.
Forum perdamaian tersebut diselenggarakan oleh Komunitas Sant’ Egidio, dan dipimpin langsung oleh Presiden komunitas tersebut, Prof. Marco Impagliazzo.
Hadir pula Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed Al-Tayeb, para kardinal, uskup, pastor, suster, serta perwakilan tokoh lintas agama dari lebih dari 50 negara.
Di hadapan forum, suasana sempat hening ketika Menag mulai mengenang momen kebersamaannya dengan Paus Fransiskus.
“Ketika saya mendengar kabar duka dari Vatikan, saya merasa tak percaya. Semua kenangan tentang Paus Fransiskus muncul di benak saya. Saya merasakan tarikan keras di hati saya,” ucap Menag, Senin, 27 Oktober 2025.
Ia mengaku menerima kabar wafatnya Paus hanya beberapa jam setelah menerima undangan untuk berbicara di forum tersebut.
“Saya berharap dapat bertemu Paus Fransiskus di Vatikan pada bulan Oktober ini, saat menghadiri acara ini,” tuturnya dalam siaran pers yang diterima narasi.co, Selasa, 28 Oktober 2025.
Ketika Menag berbicara, layar di aula forum menampilkan dua foto bersejarah, saat Imam Besar Masjid Istiqlal itu mencium kening Paus Fransiskus, dan saat Paus mencium tangannya.
Menag sempat terdiam sejenak sebelum melanjutkan pidatonya.
“Maaf, saya sangat emosional saat ini,” ujarnya disambut suasana hening dan tepuk tangan panjang dari hadirin.
Menurut Menag, Paus Fransiskus adalah pribadi yang penuh kasih dan ketulusan.
“Dalam percakapan singkat kami, beliau merujuk pada Ensiklik Fratelli Tutti, dan mengatakan bahwa kita dipanggil untuk menjadi saudara dan saudari yang melampaui agama, ras, dan bangsa,” tutur Nasaruddin.
Ia lalu menjelaskan kepada Paus prinsip Islam tentang persaudaraan universal.
“Kami berdua tersenyum, menyadari bahwa kitab suci kami menyampaikan pesan yang sama: bahwa kemanusiaan berada di atas segalanya,” ujarnya.
Menag hadir bersama Staf Ahli Adiyarto Sumardjono, Duta Besar RI untuk Takhta Suci Michael Trias Kuncahyono, Duta Besar RI untuk Italia Junimart Girsang, dan Sekretaris Menteri Akmal Salim Ruhana.
Dalam pidatonya, Menag juga mengenang kunjungan bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024.
Kala itu, Jakarta menjadi simbol harmoni lintas agama. Paus disambut hangat oleh masyarakat dari berbagai keyakinan.
“Kunjungan itu menjadi motor penggerak toleransi dan dialog antaragama. Saya teringat bagaimana Paus menekankan pentingnya kesetaraan dan persaudaraan umat manusia di skala global,” kata Menag.
Dalam kunjungan tersebut, Menag dan Paus Fransiskus menandatangani Deklarasi Istiqlal bersama para pemuka lintas agama di Indonesia.
Paus juga menulis pesan khusus untuk rakyat Indonesia:
“Menyatu dalam keindahan tanah ini, tempat pertemuan dan dialog antarbudaya dan agama yang beragam. Saya berdoa agar rakyat Indonesia terus bertumbuh dalam iman, persaudaraan, dan kasih sayang. Semoga Tuhan memberkati Indonesia.”
Menag menyebut Paus Fransiskus sebagai sosok yang rendah hati, sederhana, dan berjiwa besar.
“Beliau tidak hanya berbicara tentang kasih, tetapi menunjukkan kesederhanaan dalam tindakan. Saat datang ke Indonesia, beliau hadir dengan penampilan yang sederhana namun bermakna,” tutur Menag.
Ia juga mengenang kepedulian Paus terhadap lingkungan hidup melalui Ensiklik Laudato Si, yang menyerukan umat manusia untuk melindungi bumi dan seluruh ciptaan.
“Bagi saya, Paus Fransiskus adalah sosok yang beriman teguh dan penuh harapan. Bukti nyata akan pelayanan kepada sesama, kebaikan, belas kasih, dan cinta yang mendalam bagi semua makhluk,” tandas Nasaruddin.
