KUALA LUMPUR: Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, memanfaatkan agenda ASEAN Law Summit di Kuala Lumpur, Malaysia pada 19-22 Agustus 2025 untuk memperkuat diplomasi hukum internasional.
Salah satu langkah strategis yang dibawa adalah gagasan Protokol Jakarta, yang akan diinisiasi Indonesia pada forum World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss, akhir 2025 mendatang.
Protokol Jakarta digagas untuk memastikan adanya benefit fairness dari platform global terkait hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta musik dan penerbitan, sehingga para pencipta memperoleh apresiasi dan perlindungan yang adil.
“WIPO merupakan organisasi yang mengurusi intellectual property dengan 194 negara anggota. Jika kompak dan sepakat, maka bisa menekan platform global agar memberikan benefit fairness terhadap hak cipta, baik musik maupun publisher,” ujar Supratman.
Dalam rangkaian pertemuan bilateral, Supratman bertemu dengan Minister Trade and Cost of Living Malaysia, Datok Armizan bin Mohd. Ali.
Pada kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa Protokol Jakarta bertujuan membangun sistem pemungutan royalti internasional yang seragam.
“Saat ini platform global memberikan remunerasi berbeda di setiap negara. Kita butuh sistem pungutan yang berlaku secara internasional,” jelas Supratman.
Datok Armizan menyatakan dukungan penuh atas gagasan Indonesia.
“Malaysia memiliki kesamaan dalam memperjuangkan intellectual property dan sistem collecting seperti yang dilakukan di Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, Supratman juga berdialog dengan Jaksa Agung Brunei Darussalam, Datin Seri Paduka Dayang Hajah Nor Hashimah binti Haji Mohammed Taib, yang menegaskan dukungan serupa. Di Brunei, urusan hak kekayaan intelektual secara khusus berada di bawah kewenangan Kejaksaan Agung.
“Kami mendukung gagasan Indonesia yang akan dibawa ke Forum WIPO,” kata Datin Seri Paduka.
Dengan adanya dukungan Malaysia dan Brunei, Indonesia semakin percaya diri membawa agenda Protokol Jakarta di forum WIPO akhir tahun 2025.
Gagasan ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam perjuangan perlindungan hak cipta internasional, khususnya bagi para kreator dan penerbit di negara-negara berkembang.