SAMARINDA: Menjelang pertengahan Agustus, persiapan pembukaan Sekolah Rakyat di Kota Samarinda memasuki tahap akhir. Di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalimantan Timur, Jalan Cipto Mangunkusumo, para pekerja terlihat merampungkan penyempurnaan fasilitas.
Di lokasi inilah, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) perdana akan dimulai pada 15 Agustus 2025, menandai babak baru program pendidikan berbasis pemerataan yang dicanangkan pemerintah kota.
Pelaksana Tugas Asisten I Sekretariat Daerah Kota Samarinda, Suwarso, menyebut persiapan fisik telah mencapai 95 persen. Ruang kelas, asrama, hingga sarana pendukung dinyatakan siap pakai.
“Sudah 95 persen. Tinggal penyempurnaan saja,” ujarnya saat meninjau langsung fasilitas tersebut, Selasa, 12 Agustus 2025.
Namun persiapan tidak hanya berhenti pada aspek bangunan. Suwarso menegaskan pentingnya aksesibilitas bagi siswa penyandang disabilitas. Meski jalur khusus yang dibuat di lokasi BPMP masih bersifat sementara, pemerintah menjamin keamanan penggunaannya hingga gedung permanen di Palaran selesai dibangun.
“Ini sesuai amanat undang-undang ya. Kita siapkan jalurnya, walaupun sifatnya sementara, karena nanti bangunan permanennya kita siapkan di Palaran. Kita tetap memperhatikan keselamatan,” ucapnya.
Suwarso menambahkan, Wali Kota Samarinda dijadwalkan akan meninjau langsung ke lokasi dalam waktu dekat. Ia berharap kehadiran kepala daerah dapat memberi masukan untuk penyempurnaan fasilitas sebelum proses belajar mengajar dimulai.
“Mudah-mudahan dengan beliau melihat langsung, beliau bisa memberikan pandangan kepada kami untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda itu.
Seperti diketahui Pemerintah Kota Samarinda menetapkan tiga lokasi sementara Sekolah Rakyat yakni di BPMP Kaltim di Jalan Cipto Mangunkusumo, Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Samarinda di Jalan Untung Suropati, dan SMA Negeri 16 Samarinda di Jalan Perjuangan.
Semua lokasi ini disiapkan untuk menampung siswa dari latar belakang beragam, termasuk mereka yang selama ini terkendala akses pendidikan formal.
Pemerintah kota juga tengah membangun gedung permanen Sekolah Rakyat di sekitar Stadion Utama Palaran. Proyek senilai Rp210 miliar tersebut dirancang sebagai pusat pendidikan terpadu dengan fasilitas asrama, laboratorium, ruang keterampilan, dan sarana olahraga.
Gagasan Sekolah Rakyat sejatinya bukan hal baru di Indonesia. Pada era awal kemerdekaan, istilah ini merujuk pada sekolah dasar enam tahun yang dicanangkan Presiden Soekarno untuk memberikan pendidikan dasar gratis kepada rakyat.
Meski bentuknya kini berbeda, semangatnya tetap sama yaitu membuka jalan bagi semua anak, tanpa terkecuali, untuk memperoleh hak belajar.
Latar belakang lahirnya program ini tidak lepas dari tantangan pemerataan pendidikan. Pertumbuhan kota yang pesat membuat permintaan kursi sekolah meningkat, sementara daya tampung sekolah negeri terbatas.
Program Sekolah Rakyat menjadi salah satu solusi, sekaligus laboratorium kebijakan untuk menguji model pendidikan yang fleksibel namun tetap memenuhi standar mutu.
Pemerintah Kota Samarinda berharap, lewat program ini, anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, wilayah pinggiran, dan kelompok rentan dapat memperoleh kesempatan belajar setara dengan siswa sekolah formal.
Meski disambut positif, program ini tidak lepas dari catatan kritis. Tantangan utama adalah keberlanjutan pendanaan, rekrutmen guru yang memenuhi kualifikasi, serta penyesuaian kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan siswa dari latar belakang beragam.