
SAMARINDA: Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Prekursor Narkotika dan Psikotropika.
Perda Nomor 4 Tahun 2022 merupakan produk hukum yang disusun oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim guna memberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat tentang bahaya narkoba.
“Perda ini hadir untuk melengkapi kekurangan dalam memberikan fasilitasi terhadap pencegahan penyebaran narkoba di Kaltim, khususnya Samarinda,” ujarnya di Jalan Wijaya Kusuma, Kamis (9/5/2024).
Nidya menekankan dalam perda itu mengatur segala upaya pemberantasan narkoba. Hal ini mulai dari pencegahan, penanganan, rehabilitasi, hingga represif dalam menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam peredarannya.
“Kita perlu ketahui juga bahwa tingkat penggunaan narkoba yang marak saat ini adalah ganja. Baik penggunaan maupun pengedarannya,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Nidya menekankan pentingnya menjaga diri penggunaan maupun terjerumus dalam jaringan narkoba.
Ia mengajak warga untuk tidak ragu melapor ke Badan Narkotika Nasional (BNN) jika mengetahui indikasi seseorang menggunakan narkoba.
“Jangan sungkan untuk melapor ke BNN agar mendapatkan penanganan berupa rehabilitasi. Insyaallah gratis, sebab pemerintah hadir di sana,” paparnya.
Politikus dari Partai Golkar itu berharap bahwa tantangan ini harus dihadapi secara bersama-sama.
Nidya juga meminta peran orangtua lebih aktif memperhatikan pergaulan anak-anaknya. Sebab, narkoba ini mampu menghentikan satu generasi.
“Bagaimana tidak menghentikan satu generasi. Di luar negeri narkoba jenis morfin itu diberikan kepada orang sakit dalam perang. Di sini, malah diberikan kepada orang sehat yang akhirnya jadi sakit,” ujarnya.
Turut hadir dalam sosialisasi itu, Kepala Bidang Pencegahan dan pemberdayaan Masyarakat BNN Kaltim Risma Togi Silalahi sebagai narasumber.
Risma menyatakan bahwa penyalahgunaan narkoba paling rentan dilakukan pada usia remaja.
Berdasarkan data yang dipaparkan, secara nasional usia pertama kali penggunaan narkoba pada kisaran 17-19 tahun. Sedangkan, di Kaltim pada usia 13-18 tahun.
Risma juga menyampaikan bahwa permintaan narkoba di Samarinda cukup tinggi meski harganya mahal.
“Samarinda ini cukup mengkhawatirkan. Tidak ada pabrik produksi, tapi tingkat penggunanya sangat tinggi. Padahal harga narkoba di Indonesia sendiri mencapai Rp1,5 juta per gram,” paparnya.
Kondisi geografis, demografis, dan aparat hukum yang masih kurang tegas dalam penanganan masalah ini menjadi faktor utama yang tingginya kasus penyalahgunaan Narkotika di Kaltim.
Selain itu, peningkatan juga disebabkan bertambahnya jumlah zat psikoaktif baru atau New Psychoactive Substances (NPS) yang sudah teridentifikasi maupun narkotika jenis baru.
Sebagai informasi, di Indonesia sudah ada 89 jenis NPS yang terindentifikasi, dan baru 81 jenis yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2022, dan 8 jenis yang belum diatur Permenkes.
Menutup penyampaian materi, Risma berharap peran aktif dari berbagai pihak terhadap para pengguna yang sudah kecanduan, untuk diberikan pendekatan sosial, agar mereka dapat lepas dari lingkaran negatif tersebut.
“Tolong peran aktif semuanya, jangan ragu untuk melaporkan kepada BNN. Nanti di sana kita cek kesehatan dan wawancara untuk menyesuaikan penanganan yang akan diberikan,” tegasnya.
“Apabila ada keluarga kita yang terlanjur menggunakan Narkotika jangan ragu bawa ke BNN atau balai rehabilitasi. Selama proses rehabilitasi tidak dipungut biaya alias gratis,” pungkasnya.(*)