
SAMARINDA : Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono mengatakan Pemerintah Provinsi Kaltim harus memberikan tindakan terukur bagi perusahaan milik daerah (perusda) yang sakit. Hal itu ia sampaikan saat rapat paripurna DPRD Kaltim ke-10 bersama Gubernur Kaltim terhadap raperda menjadi Perda tentang RTRW, Selasa (21/3/2023).
“Satu yang penting mumpung ada Pak Riza, terkait perusda, ada perusda yang mati suri. Kami minta kepada pemerintah provinsi untuk melakukan tindakan terukur,” tegas Nidya.
Menurutnya, masih ada perusda yang sedang bermasalah. Perusda Ketenagalistrikan Kaltim misalnya, banyak keluhan datang kepadanya seperti gaji karyawan yang belum dibayar dan tagihan pihak ke-3 yang belum diselesaikan oleh badan usaha milik daerah (BUMD) yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 2002 ini.
“Banyak keluhan dari masyarakat, contoh Perusda Kelistrikan. Seperti gaji karyawan dan tagihan yang belum dibayar. Kami minta ini segera diberi tindakan tegas,” pintanya.
Politisi Golkar ini meminta Pemerintah Provinsi Kaltim melalui biro perekonomian untuk mendata mana saja perusda yang sedang bermasalah. Ia menilai perusda-perusda ini terdilusi atau menurunnya persentase kepemilikan.
“Kinerja perusda hari ini, bahwa banyak perusda terdelusi, baik aset maupun kegiatan,” ucapnya.
Ia harus akui perusda merupakan aset yang dapat mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD). Seperti halnya, 6 Perusda di Kaltim yang berkontribusi PAD sebesar Rp174,2 miliar pada tahun 2022.
Kontribusi terbesar berasal dari Bankaltimtara sebesar Rp114 miliar. Kontribusi Bankaltimtara ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp100 miliar.
Kontribusi berikutnya, PT Mandiri Migas Pratama (MMP) dengan PAD disetorkan senilai Rp44,8 miliar. Lalu disusul PT Bara Kaltim Sejahtera (BKS) dengan kontribusi PAD sebesar Rp9,8 miliar.
Kemudian, PT Melati Bhakti Satya (MBS) memberikan kontribusi sebesar Rp3 miliar, kemudian PT Listrik Kaltim Rp2,1 miliar dan PT Silva Kaltim Sejahtera (SKS) menyumbang PAD Rp51 juta.
Namun, terdapat dua perusda yang kontribusinya masih nol. Yaitu PT AKU (Agro Kaltim Utama) dan PT Jamkrida.
PT AKU masih belum aktif secara operasional, akibat persoalan hukum yang menjerat pimpinan perusda tersebut.
PT Jamkrida belum bisa memberikan kontribusi PAD akibat mengalami kerugian, karena tingginya kredit macet dari pelaku UMKM yang terdampak pandemi Covid-19.
