JAKARTA : Masih rendahnya literasi keuangan syariah dibanding konvensional, menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi institusi keuangan, khususnya Otoritas Jasa Keuangan(OJK).
“Bagaimana mengembangkan sistem syariah secara kontekstional, agar masyarakat semakin melek dan mengerti tentang keuangan syariah,” kata Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK.
Hal itu disampaikan pada Peluncuran Program Ekosistem Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS) Pondok Pesantren Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP), Ciracas Jakarta Timur, Selasa (15/10/2024).
Diakui, banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas layanan keuangan syariah, hanya sebatas membuka rekening tapi belum mengerti arti dari keuangan syariah.
Sementara lanjutnya, transaksi keuangan syariah paling besar adalah kelompok mahasiswa dan pelajar, yang berusia 18-30 tahun.
“Mahasiswa dan pelajar adalah usia yang rawan dan mudah terpengaruh dengan perubahan lingkungan,” tutur Friderica.
Ditambahkan, di usia yang masuk golongan labil ini, sangat perlu dedikasi secara terus menerus, agar mengerti menggunakan uang secara benar dan tidak terseret arus informasi yang mengarahkan mereka ke kehidupan konsumtif.
“Generasi milenial harus selalu dedikasi, agar mereka pintar memilih dan memilah informasi yang sesuai dan berguna,” jelas Friderica.
Ditambahkan, karena kalau ditelusuri masih banyak berseliweran informasi menggunakan keuangan yang tidak benar dan menyesatkan.
Seperti, informasi tentang pinjaman online yang ilegal dan menyesatkan masyarakat.
Bicara tentang literasi dan inklusi keuangan, Friderica akui, keuangan syariah masih perlu dipacu, agar masyarakat semakin paham tentang produk yang ditawarkan lembaga keuangan, perbankan misalnya.
Karena secara presentasi, pemahaman masyarakat tentang keuangan syariah masih rendah. Contohnya, kalau dari 100 orang yang ditanya tentang keuangan konvensional, sekitar 65 orang akan menjawab secara benar.
Artinya sudah sekitar 65 persen yang teredukasi. Bila ditanya dari 100 orang tadi, pasti sudah 75 orang yang sudah memakai produk keuangan umum.
Sedangkan kalau keuangan syariah, dari 100 orang hanya 39 orang yang tahu dan paham akan produk keuangan syariah. Juga yang menggunakan baru sekitar 12 orang.
“Artinya, literasi dan inklusi keuangan syariah masih dan baru mencapai 12 persen,” tutur Friderica.(*)
