JAKARTA: Sebuah lembaga riset dan pemikiran strategis bernama GREAT Institute resmi diluncurkan pada Selasa, 3 Juni 2025, di Auditorium Telkom Landmark Tower, Jakarta Selatan.
Lembaga ini diposisikan sebagai mitra kritis sekaligus strategis dalam mendukung arah ideologis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam bidang riset kebijakan, teknologi, ekonomi, dan pemulihan nalar kebangsaan.
GREAT merupakan akronim dari Global Research on Economics, Advanced Technology, and Politics, dan dipimpin oleh Dr Syahganda Nainggolan sebagai Ketua Dewan Direktur.
Acara peluncuran diawali dengan pembacaan sajak karya WS Rendra serta monolog puitik yang sarat nuansa kebudayaan.
Dalam sambutannya, Syahganda menekankan pentingnya mengembalikan etika dan integritas dalam kehidupan berbangsa.
Ia menyebut bahwa maraknya korupsi bukan sekadar persoalan kecerdasan, tetapi mencerminkan kelumpuhan moral kaum terdidik.
“Kita hancur secara kultural. Yang bisa menyelamatkan bangsa ini bukan teknokrat, bukan pengusaha, tapi pemimpin yang punya integritas dan ideologi. Hari ini, kita punya Prabowo,” ujarnya.
Menurutnya, langkah Presiden Prabowo seperti menemui buruh dan mengambil alih lahan sawit ilegal merupakan tindakan ideologis, bukan sekadar manuver politis.
Syahganda menegaskan bahwa GREAT Institute bertugas menjaga agar arah kebijakan tetap berada di jalur ideologis, dengan riset sebagai basis evaluasi bukan hanya alat legitimasi.
Peluncuran ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, antara lain akademisi dan filsuf Rocky Gerung, aktivis senior Hariman Siregar, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Wakil Mendagri Bima Arya, mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, dan Ketua APKASI Bursah Zarnubi.
Hadir pula tokoh-tokoh lain seperti Prof Yassierly, Hamdan Zoelva, Prof Dian Masyita, serta Setiyardi dari Obor Rakyat.
Rocky Gerung menilai keberadaan lembaga riset berbasis ideologi seperti GREAT sangat dibutuhkan.
“Di balik semua problem sosial, pasti ada problem ideologi. Jika keringat Prabowo bertemu keringat buruh, maka penyatuan itu harus lebih besar dari sekadar simbolik,” ujarnya.
Hariman Siregar memuji Syahganda sebagai sosok konsisten yang kini membawa semangat aktivisme ke ranah kelembagaan.
Sementara Hatta Rajasa menyebut GREAT sebagai agent of change yang berpotensi menjadi mitra kritis, bukan sekadar pembenar kekuasaan.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyambut positif pendirian GREAT.
“Saya ini dulu peneliti. Tapi frustrasi karena banyak legislasi kita tak berbasis riset. Syahganda bisa mengisi ruang itu,” ungkapnya.
Dari sisi pemerintahan, Bima Arya menekankan pentingnya menguji kembali desain kebijakan publik agar selaras dengan semangat kerakyatan yang diusung Prabowo.
“Ada efisiensi Rp10 triliun di Kemendagri yang bisa dialihkan ke sektor pelayanan dasar,” ujarnya.
Sementara itu, Bursah Zarnubi menyoroti pentingnya menghidupkan budaya riset demi meningkatkan literasi dan produktivitas bangsa.
“Vietnam bisa ekspor komoditas unggulan, sementara kita masih tertinggal. GREAT bisa jadi motor penggerak kebangkitan riset,” tuturnya.
Dalam waktu dekat, GREAT Institute akan meluncurkan berbagai program seperti riset multidisipliner, pelatihan kebijakan publik, penerbitan jurnal dan policy brief, hingga program magang untuk generasi muda.
Lembaga ini menargetkan diri sebagai ruang pertukaran gagasan strategis yang berani, independen, dan relevan terhadap isu-isu nasional maupun global.
“GREAT bukan pelengkap wacana, tapi mitra strategis berpikir bangsa ini. Kami hadir untuk membangun nalar, bukan sekadar citra,” tutup Syahganda Nainggolan.